Tag:Penelusuran yang terkait dengan cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar matahari cerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf
baca juga:
“Baik, aku serahkan jiwaku kepadamu!” katanya.
“Pergi kau usir kudaku!” setelah berkata demikian, ia
pun lari ke tumpukan kering itu dan menyelusup
kedalamnya.
Kwee Ceng mencambuk kuda itu, dua kali atas
mana kuda yang hitam bulunya itu segera lompat
kabur, sesudah lari cukup jauh, bahar ia berhenti untuk
makan rumput.
Kwee Ceng naik ke atas kudanya, ia laikan kuda itu
bolak balik. Ia bisa berlaku tenang, seperti tak pernah
terjadi sesuatu.
Tidak lama tibalah barisan berkuda itu. Mereka
rupanya lihat bocah yang menunggang kuda itu, dua
serdadu lantas menghampirinya.
“Eh, bocah, kau lihat tidak satu orang yang
menunggang kuda hitam?” Itulah teguran dari satu
diantara dua serdadu itu, suaranya kasar.
“Ya, aku dapat lihat,” Kwee ceng menjawab.
“Di mana?” tanya serdadu yang kedua.
Kwee Ceng menunjuk ke barat. “Dia sudah pergi
lama sekali,” ia menerangkan
“Bawa dia kemari” berseru perwira yang mengepalai
pasukan itu. Ia tidak dengar pembicaraan di antara dua
orangnya dengan si bocah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mari ketemu pangeran!” berkata dua serdadu itu,
yang lantas terus tarik les kuda orang untuk dibawa
kepada sang pangeran.
Si pangeran telah sampai di depan rumah
“Aku tidak akan bicara!” Kwee Ceng telah mabil
keputusan dalam hatinya.
Ia lihat banyak serdadu sedang mengiringi satu
anak muda yang kurus dan jangkung, yang tubuhnya
ditutupi denagn mantel merah. Ia lantas kenali itu
adalah panglima yang pimpin tentera. Dia adalah putra
sulung dari Temuchin.
“Apakah katanya bocah ini?” tanya ia membentak.
Dua serdadu itu sampaikan jawabannya Kwee
Ceng.
Dengan matanya mengandung kecurigaan, putra
sulung itu memandang ke sekitarnya. Ia lantas dapat
lihat itu kuda hitam yang lagi makan rumput di
kejauhan.
“Bukankah itu kudanya?” ia tanya, suaranya dalam.
“Coba bawa kuda itu kemari!”
Begitu keluar perintah itu, sepuluh serdadu lanats
bergerak dengan mereka memecah diri dalam lima
rombongan, untuk hampirkan itu kuda denagn
dikurung, hingga walaupun binatang itu berniat lari,
jalannya sudah tertutup. Dengan gampang ia kena
ditangkap dan dituntun.
“Hm! Bukankah itu kudanya Jebe?” putra itu tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Benar!” sahut banyak serdadu, suara mereka riuh.
Putra sulung itu ayunkan cambuknya ke arah
kepalanya Kwee Ceng.
“Dia sembunyi di mana, hai, setan cilik?!” tanya
dengan bengis. “Jangan kau harap dapat mendustai
aku!”
Jebe, itu panglima berseragam hitam yang
sembunyi di dalam tumpukan rumput, bersembunyi
sambil memasang mata, tangannya mencekal keras
goloknya yang panjang. Ia lihat penganiayaan itu yang
menyebabkan jidatnya Kwee ceng memebri tanda
baret merah, hatinya menjdai memukul keras. Ia kenal
si putra sulung – putra Temuchin itu – ialah Juji yang
tabiatnya keras dan kejam. Ia memikir: “Pasti bocah itu
tak tahan sakit dan ektakutan. Tidak ada jalan lain, aku
terpaksa mesti keluar untuk adu jiwaku….”
Kwee Ceng kesakitan bukan main, mau ia
menangis akan tetapi ia menahan sakit, ia cegah
keluarnya air matanya. Dia angkat kepalanya dan
menanya dengan berani: “Kenapa kau pukul aku?
Mana aku ketahui dia bersembunyi di mana!”
“Kau membandel?!” bentak Juji. Lagi sekali ia
mencambuk.
Kali ini Kwee Ceng tak dapat tak menangkis.
Tapinya ia lantas berteriak : “Aku tidak tahu! Aku tidak
tahu!”
Ketika itu sejumlah serdadu sudah geledah
rumahnya Kwee ceng, sedang dua yang lain menusuknusuk
ke dalam tumpukan rumput kering itu.
Kwee Ceng lihat orang hendak tusuk bagian dimana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panglima nelusup, tiba-tiba tangannya menunjuk ke
tumpukan rumput yang jauh sambil ia berteriak: “Lihat
di sana, benda apakah itu yang bergerak-gerak?”
Semua serdadu lantas berpaling mengawasi,
mereka tidak lihat suatu apa yang bergerak. Kedua
serdadu tadi pun sampai lupa untuk menusuk-nusuk
terlebih jauh.
“Kudanya ada disini, dia mestinya tidak lari jauh!”
Juji berkata pula. “Eh, setan cilik, kau hendak bicara
atau tidak?!”. Dia mengancam pula Kwee Ceng
dengan cambuknya diayun tiga kali beruntun.
Hampir di itu waktu dari kejauhan terdengar suara
terompet.
“Kha Khan datang!” sejumlah serdadu berteriak.
Juji lantas berhenti mencambuk, ia putar kudanya
untuk menyambut ayahnya, Temuchin, Kha Khan –
Khan yang terbesar.
“Ayah!” demikian ia menyambut.
Ayahnya itu dirubungi banyak pengiringnya.
Berat lukanya Temuchin bekas terpanah Jebe,
tetapi di medan perang, ia coba sebisanya akan
menahan sakit, adalah sehabisnya pertempuran, ia
pingsan beberapa kali, hingga ia perlu ditolongi
dengan Jelmi panglimanya serta Ogotai putranya yang
ketiga, mesti isap darah – hingga darahnya itu ada
yang kena ketelan dan dimuntahkan. Satu malam dia
gadangi semua panglimanya serta keempat putranya.
Baharu keesokan harinya, di hari kedua, dia lolos dari
ancaman bahaya maut.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Oleh karena itu, tentera Mongolia dikirim ke empat
penjuru untuk cari Jebe, yang hendak ditawan, untuk
hukum dia dengan dibeset empat kuda dan dicincang
tubuhnya guna membalaskan sakit hatinya Khan yang
terbesar itu.
Dihari kedua pada wkatu sore, sepasukan serdadu
berhasil menemukan Jebe. Musuh itu dikepung tetapi
ia dapat meloloskan diri sambil membinasakan
beberapa jiwa serdadu Mongol. Ia sendiri pun telah
terluka.
Kapan Temuchin dengar kabar itu, lebih dahulu ia
kirim putra sulungnya, Juji, pergi menyusul dan
mengejar, kemudian ia sendiri mengajak putranya
yang kedua, Jagati, putranya yang ketiga, Ogotai dan
putra sulungnya, Tuli, cepat menyusul. Inilah sebabnya
kenapa ia datang belakangan.
“Ayah, kuda hitamnya bangsat itu telah dapat
ditemukan!” ia memberitahukan.
“Aku tidak menghendaki kuda tetapi orangnya!”
ayahnya itu menjawab.
“Ya!” sahut putra itu. “Pasti kita akan
mendapatkannya!” Ia balik kepada Kwee Ceng . Kali
ini ia hunus goloknya, ia bolang-balingkan itu ke udara.
“Kau hendak berbicara atau tidak!” ia mengancam.
Kwee Ceng telah mandi darah pada mukanya, ia
jadi terlebih berani. “Aku tidak mau bicara! Aku tidak
mau bicara!” ia berteriak berulang-ulang.
Mendengar itu, Temuchin berpikir, kenapa bocah itu
mengatakan: “Tidak mau bicara” dan bukannya “Aku
tidak tahu?” Maka ia lantas berbisik kepada Ogotai:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Pergi kau bujuki ia hingga ia suka berbicara.”
Putra ketiga itu menurut sambil tertawa, muka ramai
dengan senyuman, ia hampiri Kwee Ceng. Dari kopiah
perangnya ia pun cabut dua batang bulu merak yang
berkilauan.
“Kau bicaralah, akan aku berikan ini padamu…” ia
kata seraya angsurkan bulu merak itu.
“Aku tidak mau bicara!” Kwee Ceng ulangi
jawabannya.
Putra kedua dari Temuchin menjadi habis sabar.
“Lepas anjing!” ia menitahkan.
Lantas pengiringnya muncul dengan enam ekor
anjing yang besar. Bangsa Mongol paling gemar
berburu, maka itu setiap keluarga bangsawan atau
panglima perang mesti memelihara anjing-anjing
peranti berburu, begitupun burung elang besar. Jagatai
adalah putra paling gemar berburu, kapan ia pergi
berburu, dia tentu bawa enam ekor anjingnya itu.
Sekarang anjing itu diperintah dibawa mengitari kuda
hitam, untuk diberi bercium bau, habis itu baru
semuanya dilepaskan dari rantainya.
Kwee Ceng dengan Jebe tidak saling mengenal,
hanya kegagahan panglima berseragam hitam itu
sangat mengesankan kepadanya, hingga dengan
lantas ia suka memberikan pertolongannya. Sekarang
setelah ia dianiaya Juji, timbul kemarahannya, bangkit
keangkuhannya dan tidak sudi ia menyerah. Kapan ia
lihat orang melepas anjing, tahu ia panglima itu
terancam akan ketahuan tempat persembunyiannya,
untuk mencegah ia lantas bersiul memanggil anjingnya
sendiri, anjing pembantu penggembala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Enam ekor anjingnya Jagati sudah mulai menciumcium
ke tumpukan rumput kering, kapan anjing Kwee
Ceng dengar panggilan majikannya, tahu ia akan
tugasnya, ia mendahului menghalang di depan
tumpukan rumput kering itu dan melarang enam ekor
anjing itu menghampirinya.
Jagati menjadi tidak senang, ia perintah anjingnya
maju, maka sekejap saja terjadilah pertarungan yang
sengit sekali, gonggongan mereka sangat berisik.
Sayang anjing penggembala itu jauh lebih kecil dan ia
pun bersendirian, ia lanats digigit di sana sini, banyak
lukanya. Tapi ia gagah, dia tak mau mundur.
Hati Kwee Ceng menjadi kecil, tetapi ia pensaran
dan marah, ia perdengarkan suaranya berulang-ulang
menganjuri anjingnya melawan terus.
Hati Juji menjadi sangat dongkol, ia ayunkan pula
cambuknya berulangkali hingga Kwee Ceng
merasakan sakit ke ulu hatinya, hingga ia rubuh
bergulingan, tempo ia berguling sampai di kaki si putra
sulung, mendadak ia angkat tubuhnya untuk sambar
pahanya si Juji yang terus ia gigit.
Juji berontak tetapi ia tak dapat lepaskan
pelukannya anak itu yang memegang ia dengan keras
sekali.
Menampak sang kakak kelabakan, Jagatai, Ogotai
dan Tuli menjadi tertawa bergelak-gelak.
Mukanya Juji menjadi merah, ia ayunkan goloknya
ke lehernya si Kwee Ceng. Disaat batang lehernya
bocah yang bernyali besar itu bakal menjadi putus,
tiba-tiba sebuah golok buntung menyambar, mengenai
tepat goloknya Juji itu. Nyaring bentroknya kedua
senjata itu. Juji terperanjat, sebab goloknya hampir
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlepas dari cekalannya.
Semua orang terkejut, antaranya ada yang berseru
kaget.
Menyusuli goloknya itu, Jebe lompat keluar dari
tempatnya bersembunyi. Ia sambar Kwee Ceng, yang
ia tarik tubuhnya dengan tangan kiri untuk disingkirkan
ke belakangnya, terus dengan tertawa dingin, dia
berkata: “Menghina anak kecil, tak malukah?!”
Lantas saja Jebe dikurung oleh serdadu Mongol,
yang bersenjatakan golok dan tombak. Ia lemparkan
goloknya.
Juji menjadi sangat gusar, ia meninju dada orang.
Atas itu Jebe tidak membalas menyerang. Sebaliknya
ia berseu: “Lekas bunuh aku!” Kemudian, dengan
suara mendalam, ia menambahkan: “Sayang aku tak
dapat terbinasa di tangannya satu orang gagah
perkasa…!”
“Apakah kau bilang?” tanya Temuchin.
“Jikalau aku dibinasakan di medan perang oleh
orang yang dapat menangi aku, aku akan mati dengan
puas,” sahut Jebe, “Sekarang ini burung elang jatuh di
tanah, dia mati digerumuti semut!”
Habis mengucap begitu, terbuka lebar matanya ini
panglima, dia berseru dengan keras.
Enam anjingnya Jagatai yang lagi gigiti anjingnya
Kwee Ceng menjadi kaget, semuanya lompat mundur
dengan ketakutan, ekornya diselipkan ke
selangkangannya.
Disampingnya Temuchin muncul satu orang. “Kha
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Khan, jangan kasih bocah ini pentang mulut besar!” dia
berseru. “Nanti aku layani dia!”
Temuchin lihat orang itu adalah panglimanya,
Borchu. Ia girang sekali. “Baik, pergi kau layani dia!” ia
menganjurkan.
Borchu maju beberapa tindak. “Seorang diri akan
aku bunuh kau, supaya kau puas!” katanya nyaring.
Jebe awasi orang itu, yang tubuhnya besar dan
suaranya nyaring. “Siapa kau?!” ia tanya.
“Aku Borchu!” panglima itu membentak.
Jebe berpikir: “Memang pernah aku dengar Borchu
adalah orang kosen bangsa Mongolia, kiranya dia
inilah orangnya…” Ia tidak menjawab, ia cuma
perdengarkan suara dingin, “Hm!”
“Kau andalkan ilmumu memanah, orang sampai
menyebut kau Jebe,” berkata Temuchin. “Maka
sekarang, pergilah kau bertanding dengan sahabatku
ini!”
“Jebe” itu memang berarti “Ahli memanah”. Jebe
ada punya namanya sendiri tetapi nama itu kalah
dengan gelarannya, hingga orang tidak mengetahuinya
lagi.
Mendengar orang adalah “sahabatnya” Temuchin,
Jebe berkata: “Kau adalah sahabatnya Khan yang
terbesar, aku akan lebih dahulu binasakan padamu!”
Tertawa Mongol tertawa riuh. Mereka anggap orang
ini tidak tahu diri. Borchu itu kosen dan belum pernah
ada tandingannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika dahulu Temuchin belum menjadi kepala
bangsa Mongol, dia pernah ditawan bangsa Taijiut,
musuhnya, lehernya dipakaikan kalung kayu. Bangsa
Taijiut itu membikin pesta di tepinya sungai Onan,
sembari minum koumiss, mereka saban-saban
mencaci Temuchin, yang mereka hinakan sesudah
mana mereka berniat membunuhnya. Setelah pesta
bubaran, Temuchin berhasil menghajar penjaganya
dengan kalung kayunya itu, ia lari ke dalam rimba, siasia
bangsa Taijiut mencari dia.
Satu anak muda yang bernama Chila’un tidak takut
bahaya, dia tolongi Temuchin, kalung kayunya dirusaki
dan dibakar. Ia dinaiki ke atas sebuah kereta besar
yang muat bulu kambing. Ketika musuh Taijiut datang
mencari dan rumah Chila’un digeledah, digeledah juga
kereta itu. Hampir Temuchin kepergok tapi ayahnya
Chila’un pintar, dia berkata: “Hari begini panas
mengendus, mustahil orang dapat sembunyi di dalam
bulu kambing” Memang hawa ada sangat panas,
setiap orang seperti bermandikan keringat. Alasan itu
kuat, kereta itu batal digeledah.
Setelah lolos ini, sengsara hidupnya Temuchin.
Bersama ibu dan adik-adiknya ia mesti hidup dari
daging tikus hutan. Sudah itu pada suatu hari, delapan
ekor kudanya yang putih pun kena orang curi. Ia
penasaran, ia pergi mencari pencuri kuda itu. Ia
ketemu satu anak muda yang lagi peras susu kuda. Ia
tanya kalau-kalau pemuda itu lihat pencuri kudanya.
Pemuda itu ialah Borchu. Dia berkata:
“Penderitaannya bangsa pria sama saja, mari kita ikat
persahabatan.” Temuchin sambut itu ajakan. Maka
kemudian, mereka berdua pergi mencari bersama.
Tiga hari mereka menyusul, baharu mareka dapat
menyandak si pencuri kuda. Dengan panah mereka
yang lihay, mereka bubarkan rombongan pencuri kuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu dan berhasil merampas pulang ke delapan kuda
yang dicuri itu. Temuchin hendak membalas budi
dengan membagi kudanya. Ia tanya sahabatnya itu
menghendaki berapa ekor. Borchu menjawab: “Aku
keluarkan tenaga untuk sahabatku, seekor juga aku
tidak menginginkannya!”
Sejak itu keduanya bekerjasama, sampai Temuchin
berhasil mengangkat dirinya. Borchu tetap menjadi
sahabatnya dengan berbareng menjadi panglimanya,
hingga bersama Chila’un ia menjadi empat di antara
menteri besar dan berjasa dari Jenghiz Khan (nama
Temuchin setelah ia menaklukan bangsa-bangsa yang
lain).
Temuchin tahu kegagahannya Borchu, ia serahkan
panahnya sendiri. Ia pun lompat turun dari kudanya.
“Kau naik atas kudaku, kau pakai panahku,”
katanya. “Itu sama saja dengan aku sendiri yang
memanah dia!”
“Baik!” Borchu menyahuti. Dengan tangan kiri
mencekal gendewa dan tangan kanan memegang
naka panah, dia lompat ke atas kudanya Temuchin.
“Kau kasihkan kudamu pada Jebe!” Temuchin
berkata pada Ogotai, putranya yang ketiga.
“Sungguh dia beruntung!” kata Ogotai, yang suruh
orang serahkan kudanya.
Jebe naik ke bebokong kuda, dia berkata pada
Temuchin: “Aku telah terkurung olehmu, sekarang kau
beri ketika untuk aku adu panah dengannya, aku
bukannya seorang yang tak tahu diri, tak dapat aku
layani dia cara seimbang. Aku menghendaki hanya
sebuah gendewa, tak usah anak panahnya!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kau tak pakai anak panah?!” tanya Borchu gusar.
“Tidak salah!” sahut Jebe. “Dengan sebuah
gendewa saja, aku pun dapat membunuh kau!”
Tentara Mongol menjadi berisik. “Binatang ini
sangat sombong!” seru mereka.
Borchu tahu Jebe memang lihay, dia tidak berani
memandang enteng. Ia jepit perut kudanya akan bikin
kuda itu lari. Binatang itu yang telah berpengalaman,
tahu akan tugasnya.
Jebe lihat kuda lawan gesit, ia pun larikan kudanya
ke lain arah.
Borchu lantas bersiap, lalu “Ser!” maka sebuah
anak panah menyambar ke arah Jebe.
Jebe berkelit dan sambil berkelit tangannya
menyambar, menangkap anak panah itu.
Borchu terkejut, ia memanah lagi pula.
Jebe tidak sempat menangkap pula, ia mendekam
akan aksih lewat anak panah itu. Ia selamat. Tapi
Borchu tidak berhenti sampai disitu, lagi dua kali ia
memanah dengan saling susul. Kali ini Jebe kaget.
Inilah ia tidak sangka. Tidak lagi ia mendekam, ia
hanya bawa tubuhnya turun dari bebokong kuda, kaki
kanannya nyangkel pada sanggurdi, tubuhnya meroyot
hampir mengenao tanah. Ia tidak cuma menolong diri,
kesempatan ini dipakai untuk membalas menyerang,
mengarah perut Borchu, habis mana ia angkat
tubuhnya, untuk duduk pula atas kudanya!
“Bagus!” Borchu memuji lawannya itu. Ia terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memanah, untuk papaki anak panah lawan. Maka
kedua anak panah itu saling bentrok lalu mental, jatuh
nancap di tanah.
Temuchin dan semua orangnya bersorak memuji.
Borchu memanah pula. Mulanya ia cuma
mengancam, setelah itu ia memanah betul-betul. Ia
mengincar ke sebelah kanan.
Jebe lihat anak panah datang, ia menyambok
dengan gendewanya, hingga anak panah itu jatuh ke
tanah. Ketika ia diserang pula, beruntun tiga kali, terus
ia main berkelit. Kemudian ia larikan kudanya, selagi
kuda itu lari, ia cenderungkan tubuh ke bawah untuk
jemput tiga anak panah yang tergeletak di tanah.
Cepat sekali ia membalas memanah, satu kali.
Borchu perlihatkan kepandaiannya. dengan enjot
diri, ia berdiri di atas kudanya, lalu dengan sebelah
kakinya ia sampok anak panah yang menyambar
kepadanya itu. Dilain pihak, ia berbareng membalas
memanah.
Jebe berkelit, sambil berkelit ia memanah pula. Tapi
ia panah anak panahnya Borchu, hingga anak panah
itu terpanah dua.
Borchu menjadi berpikir: “Aku ada punya anak
panah, dia tidak, sekarang kita seri, dengan begini
mana bisa aku membalaskan sakit hatinya Khan yang
terbesar?” Ia menjadi bergelisah. Lantas ia memanah
pula beruntun beberapa kali, terus-menerus.
Selagi mata orang banyak seperti di bikin kabur,
Jebe pun berkelit tak hentinya. Tapi anak panah
datang demikian cepat, hingga akhirnya pundaknya
yang kiri kena juga terpanah, hingga ia merasakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat sakit.
Semua penonton bersorak.
Borchu menjadi girang sekali. Tapi ia belum puas,
hendak ia memanah lebih jauh, untuk rampas jiwa
orang. Maka ia lantas merogoh ke kantung panahnya,
tiba-tiba ia menjadi terkejut. Tanpa merasa, ia telah
gunai habis semua anak panahnya, anak panah yang
diberikan oleh Temuchin kepadanya. Sebenarnya ia
biasa berbekal banyak anak panah, kali ini ia pakai
kantong panah Temuchin, yang anak panahnya ada
batasnya. Dalam kagetnya ia putar kudanya untuk
balik, sambil turunkan tubuhnya, ia pungut anak panah
di tanah.
Jebe telah lihat tegas musuhnya itu, ia gunai
ketikanya. Ia panah bebokong musuh itu, dan tepat
mengenai.
Semua penonton kaget, mereka menjerit. Hanya
aneh, walaupun sambaran anak panah itu keras sekali,
itu cuma menyebabkan Borchu merasa sakit pada
bebokongnya, ujung panah tidak menancap, anak
panah itu jatuh ke tanah! Dengan keheranan, ia pungut
anak panah itu. Segera ia ketahui sebabnya ia tidak
terluka. Anak panah itu tidak ada ujungnya yang tajam!
Jebe telah singkirkan itu. Jadi terang, Jebe hendak
mengasih ampun padanya.
“Siapa menghendaki kamu jual kebaikanmu!” teriak
Borchu. “Jikalau kau benar ada punya kepandaian, kau
panah mati padaku!”
Jebe menjawab: “Biasanya Jebe tidak pernah
mengasih ampun pada musuhnya! Panahku barusan
berarti, satu jiwa tukar dengan satu jiwa!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Temuchin kaget dan berkhawatir menampak Borchu
kena terpanah, kemudian mendapatkan orang tidak
terbinasa atau terluka parah, ia menjadi girang. Kapan
ia dengar perkataan Jebe itu, ia talangi Borchu
menyahut: “Baik! Sudah, kamu jangan adu panah pula!
Biar, jiwanya ditukar dengan jiwamu!” ia
mengatakannya pada Borchu.
“Bukannya untuk ditukar dengan jiwaku!” Jebe
berseru.
“Apa!” Temuchin menegaskan.
Jebe menunjuk kepada Kwee Ceng, yang berdiri di
depan pintu. “Aku hendak menukarnya dengan jiwa
anak ini!” katanya. “Aku minta Khan yang mulia jangan
ganggu itu anak. Tentang aku sendiri....” sepasang
alisnya bangkit bangun, “Aku telah panah kepada
Khan yang mulia, aku harus mendapatkan
hukumanku!”
Ia cabut anak panah di pundaknya, anak panah
yang berdarah itu ia pasang di gendewanya.
Sementara itu serdadunya Borchu sudah hanturkan
beberapa puluh batang anak panah kepala kepala
perangnya itu.
“Baiklah!” kata Borchu. “Mari kita mengadu pula!” Ia
lantas memanah pula, dengan saling susul.
Jebe lihat serangan berbahaya, ia lindungi diri di
perut kudanya, sambil bersembunyi, ia membalas
menyerang.
Kudanya Borchu sangat lihay, melihat serangan
datang, tanpa tanda dari penunggangnya, ia lompat
berkelit ke kiri. Tapi Jebe lihay, incarannya luar biasa,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak panahnya justru mengenai batok kepalanya
kuda, maka tidak ampun lagi, rubuhlah binatang itu!
Borchu turut rubuh, terguling ke tanah. Ia khawatir
ia nanti dipanah terus, ia mendahului membalas
menyerang. Kali ini ia kena hajar gendewanya Jebe,
hingga gendewa itu panah menjadi dua potong.
Kehilangan senjatanya, Jebe kasih kudanya lari
berputaran.
Tentara Mongol bertempik sorak, untuk memberi
semangat kepada Borchu.
“Dia satu laki-laki sejati!” Borchu sebaliknya berpikir.
Ia menjadi si orang gagah yang menyayangi sesama
orang gagah, tak ingin ia mengambil jiwa orang. Maka
ketika ia memanah, walaupun ia incar tenggorokkan, ia
menggeser sedikit.
Jebe gagal mengelakkan diri, anak panah lewat
menyempret di pinggiran tenggorokkannya, darahnya
lantas mengucur dengan keluar. Ia merasa sakit dan
kaget.
“Habislah aku hari ini….” ia mengeluh dalam
hatinya.
Borchu siapkan pula anak panahnya, tetapi ketika ia
menoleh kepada Temuchin, ia berkata: “Kha Khan,
berilah ampun kepadanya!”
Temuchin pun menyayangi Jebe. “Eh, apakah kau
masih tetap tidak mau menyerah?!” ia tanya panglima
musuh itu.
Jebe lihat Temuchin demikian angker, ia menjadi
kagum sekali, maka ia lompat turun dari kudanya untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terus bertekuk lutut.
Temuchin tertawa berbahak-bahak. “Bagus! Bagus!”
katanya. “Selanjutnya kau ikutlah aku!”
Orang Mongol polos dan sangat gemar bernyanyi,
demikian Jebe, sambil mendekam, ia lantas
perdengarkan nyanyiannya:
Khan yang terbesar mengampunkan selembar
jiwaku,
di belakang hari walaupun mesti menyerbu api
berkobar-kobar,
aku rela.
Akan aku memotong Sungai hitam
menggempur batu gunung,
akan aku tunjang Khan yang maha besar!
Aku akan menghajar musuh,
untuk ambil hatinya!
Ke mana aku diperintah pergi,
kesana aku pergi!
Temuchin menjadi sangat girang. Ia ambil dua
potong emas, yang sepotong ia berikan kepada
Borchu, yang sepotongnya pula kepada Jebe.
Jebe menghanturkan terima kasih. Tapi ia terus
menambahkan. “Khan yang mulia, hendak aku berikan
emas ini kepada itu bocah, bolehkah?”
Temuchin tertawa. “Kalau emas itu adalah emasku,
aku boleh kasihkan itu kepada siapa aku suka!”
katanya. “Emas adalah kepunyaanmu, kau boleh
berikan kepada siapa kau suka!”
Jebe angsurkan emas itu kepada Kwee Ceng.
Bocah itu menggoyangi kepala, tak mau ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menerimanya. “Ibu bilang, kalau kita membnatu tetamu
kita, jangan kita termahai uangnya,” katanya.
Temuchin telah sukai bocah ini, sekarang
mendengar perkataan orang, rasa sukanya menjadi
bertambah-tambah.
“Sebentar kau bawalah bocah ini kepadaku!”
katanya kepada Jebe. Lantas ia ajak pasukan
perangnya balik ke arah darimana tadi ia datang.
Beberapa serdadu angkat naik bangkai kuda
putihnya ke bebokong dua kuda lainnya, untuk dibawa
bersama, mengikuti di sebelah belakang.
Jebe menjadi girang sekali. Ia lolos dari kematian
dan mendapati tuan yang bijaksana. Sambil rebahkan
diri di atas rumput, ia beristirahat. Ia tunggu pulangnya
Lie Peng, ibunya bocah itu, akan tuturkan kejadian
barusan.
Lie Peng lantas berpikir. Dengan hidup terus
sebagai penggembala, tidak tahu sampai kapan Kwee
Ceng dapat membalas dendamnya. Ia percaya, kalau
ia turut Temuchin, mungkin ketikanya akan lebih baik.
Di dalam pasukan perang, Kwee Ceng pun dapat
berlatih ilmu perang. Maka kesudahannya, ia ajak
putranya ikut Jebe kepada Temuchin.
Bab 8. Pedang Mustika
Girang Temuchin melihat kedatangan Jebe. Ia
menempatkan orang gagah itu dibawah Ogotai,
putranya yang ketiga yang menjadi satu siphu-thio,
kepala komponi yang memimpin sepuluh serdadu.
Setelah menemui tiga putra Temuchin, Jebe mencari
Borchu untuk menghanturkan terima kasih. Borchu
menyambut dengan baik, karena keduanya saling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghormati dan menghargai, lantas saja mereka
menjdia sahabat kental.
Jebe ingat budinya Kwee Ceng, ia perlakukan itu
bocah dan ibunya dengan baik. Ia telah pikir, setelah
Kwee Ceng tambah umurnya akan ia wariskan ilmu
panah dan ilmu silat kepadanya.
* * *
Pada suatu hari selagi Kwee Ceng memain timpuktimpukan
batu bersama beberapa kawannya anakanak
Mongol di depan markas Temuchin, ia dapat lihat
mendatanginya dari kejauhan dua penunggang kuda
yang larikan binatangnya tunggangannya dengan
kencang sekali. Ia menduga kepada berita penting
yang mesti disampaikan kepada Khan yang terbesar
itu. Tidak lama sejak masuknya dua orang itu ke dalam
markas, lalu terdengar ramai suara terompet,
menyusul mana dari pelbagai tangsi terlihat munculnya
orang-orang peperangan.
Keras disiplin tentaranya Temuchin yang mengatir
barisannya dalam empat rombongan. Yang pertama
ialah sepuluh jiwa serdadu menjadi satu barisan kecil,
komponi yang dikepalai oleh datu opsir disebut siphuthio,
lalu sepuluh komponi, atau satu eskadron, terdiri
dari seratus jiwa dipimpin oleh satu pekhu-thio,
kemudian lagi sepuluh eskadron, atau satu resimen,
dikepalai satu cianhu-thio, dan sepuluh resimen, atau
satu devisi, dipimpin oleh satu banhu-thio. Mereka itu
terlatih sempurna, merupakan sebagai satu badan,
kalau ada titah dari Temuchin, mereka menjadi
bersatu, dari itu hebat penyerangan mereka.
Kwee ceng bersama kawan-kawannya berdiri
menonton. Mereka lihat, setelah terompet yang
pertama, semua serdadu sudah siap dengan senjata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka dan naik kuda, setelah terompet yang kedua,
kaki kuda mereka berbunyi tak hentinya, tubuh setiap
serdadu bergoyang-goyang. Begitu terdengar terompet
yang ketiga kali, sunyi senyap semuanya, kecuali
napasnya kuda, yang nampak adalah satu angkatan
perang besar yang terdiri dari lima pasukan dari setiap
sepuluh ribu jiwa.
Dengan diiringi putra-putranya, Temuchin muncul
dari dalam kemah.
“Kita telah kalahkan banyak musuh, negeri Kim pun
telah tahu itu,” berkata ini pemimpin besar. “Begitulah
negeri Kim itu sudah utus putranya yang ketiga
bersama putranya yang keenam datang kemari untuk
menganugrahkan pangkat kepada Kha Khan kamu!”
Dengan angkat tinggi golok mereka, tentara Mongol
bersorak.
Tatkala itu bangsa Kim telah menduduki Tiongkok
Utara, pengaruhnya tersiar luas dan jauh, sebaliknya
bangsa Mongol adalah suatu suku kecil di tanah datar
atau padang pasir, maka itu Temuchin anggap adalah
suatu kehormatan yang ia dianugrahkan pangkat oleh
kerajaan Kim itu.
Dengan satu titah dari ayahnya, Juji si putra
pertama maju bersama selaksa serdadunya untuk
sambut utusan Kim, sedang empat laksa serdadu
lainnya mengatur diri dengan rapi untuk menanti.
Beberapa tahun yang lalu Wanyen Yung Chi telag
diutus menganugrahkan pangkat kepada Wang Khan
dan Temuchin, kebetulan Temuchin lagi berperang,
tentara musuh yang dikalahkan sudah menyerbu dan
membikin bubarnya pasukan pengiringnya Wanyen
Yung Chi, hingga Yung Chi mesti lari pulang ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Chungtu, Yangkhia.
Lewat beberapa tahun setelah itu, raja Kim dengar
Temuchin jadi semakin kuat, ia khawatir Temuchin itu
menjadi bahaya untuknya di bagian utara, maka
sekarang dia utus putranya itu dengan dibantu
Wanyen Lieh, putranya yang keenam, yang ia tahu
cerdik. Ia ingin Temuchin dapat dipengaruhi dengan
keangkerannya atau dengan cara halus, tinggal lihat
gelagat saja untuk mewujudkan politik itu.
Kwee Ceng dan kawan-kawannya terus tinggal
menonton, sampai mereka nampak debu mengepul
naik, tandanya Juji telah dapat memapak dan
menyambut utusan bangsa Kim itu, yaitu wanyen Yung
Chi dan Wanyen Lieh.
Kedua saudara itu membawa selaksa serdadu
pilihan, yang berseragam lapis baja, senjatanya
tombak panjang, kudanya tinggi dan besar, hingga
tampaknya jadi angker sekali. Belum lagi pasukan
perang itu datang dekat, lebih dulu sudah terdengar
suara beradunya pakaian baja mereka.
Wanyen Yung Chi datang berendeng bersama
adiknya.
Temuchin bersama putra-putranya ambil tempat di
samping untuk menyambut.
Wanyen Yung Chi lihat Kwee Ceng beramai, itu
anak-anak Mongol yang dengan membuka matanya
lebar-lebar mengawasi kepadanya tanpa berkedip, ia
lantas tertawa dan merogoh ke dalam sakunya, untuk
meraup sejumlah uang emas, yang mana terus ia
lemparkan ke arah anak-anak itu. Sambil tertawa
terus, ia berkata: “Itulah persenan untuk kalian!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yung Chin tidak tinggi ilmu silatnya akan tetapi uang
emas hancur itu dapat ia lempar cukup jauh. Ia
mengharap anak-anak itu nanti berebut
memungutinya, dan berteriakan. Dengan berbuat
begitu, pertama ia hendak unjuk keagungannya, dan
kedua itulah sebagai pelesiran. Akan tetapi
kesudahannya ia menjadi kecewa.
Bangsa Mongol paling mengutamakan menghormati
tetamu, perbuatan Yung Chi ini justru perbuatan yang
memandang enteng, tidak menghargai tuan rumah,
maka itu semua serdadu Mongol saling memandang
satu dengan lainnya.
Anak-anak Mongol itu juga terdidik menghormati
tetamu mereka, walaupun masih kecil, mereka dapat
menghargai diri sendiri, demikian menampak
perbuatan Yung Chi itu, mereka tidak
memperdulikannya.
Yung Chi menjadi penasaran. Ia merogoh pula
sakunya untuk mengambil uang emas lainnya, ia
melemparkannya kembali sekalian ia beseru: “Hayo
anak-anak, ramai-ramai kamu merebutnya! Hayo
rebut, setan-setan cilik!”
Mendengar itu semua orang Mongol berubah air
mukanya.
Dimasa itu bangsa Mongol belum kenal mata surat,
adat kebiasaan mereka masih “kasar”, akan tetapi
mereka biasa menaati adat istiadat, mereka polos dan
pegang derajat, terutama terhadap tetapi, mereka
sangat menghormati, dari mulut mereka tidak pernah
keluar kata-kata kotor, dan terhadap musuh, atau
tengah bergurau, tidak pernah mereka mengutuk atau
mencaci. Umpama ada tetamu mendatangi tenda
mereka, kenal atau tidak, tetamunya tentu disambut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan dilayani dengan baik. Sebaliknya pihak tetamu
tidak selayaknya berlaku tidak hormat atau
memandang enteng. Kalau tetamu berbuat tidak
mengindahkan kehormatan diantara tuan rumah dan
tetamu, perbuatan itu dipandang sebagai kejahatan
paling besar.
Kwee Ceng bukan orang Mongol, selama berada
bersama ibunya, sering ia dengar ibunya itu bercerita
tentang kajahatan bangsa Kim yang di Tiongkok,
mereka suka merampas dan memperkosa wanita,
menganiaya dan membunuh rakyat jelata, bagaimana
bangsa Kim itu telah bersekongkol dengan
pengkhianat-pengkhianat Han untuk membinasakan
Gak Hui dan lainnya, maka sekarang melihat orang
Kim itu demikian kurang ajar, ia lantas pungut
beberapa potong emas, ia lari mendekati Yung Chi
kepada muka siapa ia menimpuk sambil ia berseru:
“Siapa sudi mengambil emasmu yang bau!”
Yung Chi berkelit tapi ada juga uang yang
mengenai pipinya, meski ia tidak merasakan terlalu
sakit, ia toh malu bukan main. Bukankah ia telah
diperhina di depan orang banyak? Adalah orang
Mongol sendiri, dari Temuchin sampai pada semua
bawahannya pada merasa puas
“Setan cilik, kau cari mampus?” Yung Chi
membentak. Ia mendongkol bukan main. Biasanya di
Tiongkok, sedikit saja ia merasa tidak puas, ia main
bunuh orang. Belum pernah ada yang berani
menghina dia. Ia lantas rampas sebatang tombak
panjang dari satu pengiringnya, dengan itu ia hendak
menimpuk kepada bocah she Kwee itu.
“Tahan, shako!” Wanyen Lieh mencegah. Ia lihat
gelagat jelek, tetapi tombak sudah melayang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Disaat Kwee Ceng menghadapi saat ajalnya, tibatiba
sebatang anak panah menyambar dari pasukan
Mongol yang kiri, tombak itu kena terserang tepat
sekali dan jatuh bersama anak panah itu. Kwee Ceng
ketolongan tetapi ia telah bermandikan keringat dingin,
dengan ketakutan ia mengangkat kaki. Sebaliknya
tentara Mongol perdengarkan gemuruh seruan memuji
penyerangan panah itu.
“Shako, jangan layani dia!” Wanyen Lieh berkata
kepada kakaknya.
Yung Chi jeri akan saksikan keangkeran tentara
Mongolia itu, akan tetapi memandang Kwee Ceng, ia
tetap panas hatinya, maka ia mendelik kepada bocah
itu. “Bocah haram jadah!” ia mencaci dengan perlahan.
Temuchin bersikap tenang, bersama putra-putranya
ia sambut kedua tetamu itu dengan menyuguhkan
koumiss dan daging kambing dan kuda.
Wanyen Yung Chi membacakan firman dengan apa
Temuchin diangkat menjadi Pak-kiang Ciauwtouwsu
dari negeri Kim, pangkat turun temurun, untuk dia
selamanya menjadi seperti alingan di utara dari negeri
Kim itu.
Temuchin terima pengangkatannya sambil berlutut,
ia menyambuti firman dan pelat emas itu.
Malam itu bangsa Mongol jamu tetamu-tetamunya
yang dilayani dengan hormat dan telaten.
Selagi minum, Wanyen Yung Chi berkata,: “Besok
kami hendak pergi menganugrahkan Wang Khan,
apakah Ciauwtouwsu suka turut pergi bersama?”
Temuchin senang dengan ajakan itu, ia menyatakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
suka turut.
Wang Khan itu adalah pemimpin dari pelbagai suku
di tanah datar, angkatan perangnya besar dan kuat. Ia
berasal dari suku Kerait, ia pun disebut Togrul Khan. Ia
adalah saudara angkat dari Yesukai, ayahnya
Temuchin. Ketika dahulu hari Yesukai mati diracuni
musuhnya, Temuchin terlunta-lunta dan ia kemudian
pergi ke Wang Khan untuk menumpang. Lalu Wang
Khan angkat ia jadi anak pungut. Kemudian tempo
istrinya Temuchin dirampas bangsa Merkit, musuhnya,
ia dapat rampas pulang istrinya itu adalah dengan
bantuan Wang Khan dan adik angkatnya, yaitu
Jamukha. Itu waktu Temuchin menikah belum lama
dan Juji, putranya masih belum lahir.
Girang Temuchin akan ketahui ayah angkatnya pun
dianugerahkan pangkat.
“Siapakah lagi yang dianugerahkan negara Kim
yang besar?” ia tanya.
“Tidak ada lagi,” jawab Wanyen Yung Chi
Wanyen Lieh segera menambahkan:” Untuk di utara
ini, Khan sendiri serta Wang Khan adalah orang-orang
gagah perkasa, orang lain tidak ada yang dapat
disamakannya.”
“Kami disini masih ada punya seorang gagah yang
lain, liok-ongya mungkin belum pernah
mendengarnya,” berkata Temuchin. Ia membasakan
“liok-ongya”, pangeran keenam kepada Wanyen Lieh.
“Apakah benar?” Wanyen Lieh berkata dengan
cepat. “Siapakah dia?”
“Dialah adik angkatku, Jamukha,” jawab Temuchin.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Dia jujur dan berbudi tinggi, dia pandai memimpin
angkatan perang. Aku mohon sukalah sam-ongya dan
liok-ongya juga menganugerahkan dia sesuatu
pangkat.”
Erat sekali pergaulannya Temuchin dengan
Jamukha, tempo mereka angkat saudara, Temuchin
baru berumur sebelas tahun. Adalah kebiasaan
bangsa Mongolia, diawaktu angkat saudara mereka
saling mengasih barang tanda mata. Ketika itu
Jamukha memberikan Temuchin biji pie-sek yang
terbuat dari tulang binatang, dan Temuchin membalas
dengan biji pie-sek yang terbuat dari tembaga. Pie-sek
itu adalah biji yang orang Mongol biasa pakai untuk
menimpuk kelinci, tetapi anak-anak gunakan itu untuk
main timpuk-timpukan. Maka setelah angkat saudara,
keduanya bermain timpuk-timpukan di sungai Onon,
yang airnya telah membeku menjadi es. Ditahun
kedua, selagi main panah-panahan dengan panah
kecil yang terbuat dari kayu, Jamukha hadiahkan
kepada Temuchin kepala panah yang terbuat dari
tulang mata kerbau dan Temuchin sebaliknya
menghadiahkan kepala panah yang terbuat dari kau
pek. Lagi sekali mereka mengangkat suadara.
Kemudian setelah keduanya dewasa, berdua mereka
tinggal bersama-sama dengan Wang Khan, selalu
mereka saling menyayangi, setipa pagi mereka
berlomba bangun pagi, siapa yang menang, ia diberi
minum susu dari gelas kumala dari Wang Khan. Maka
tidak heran, tempo istrinya Temuchin dirampas orang,
Wang Khan dan Jamukha bekerja sama membantu
merampasnya pulang. Kali ini Temuchin dan Jamukha
saling menghadiahkan ban emas dan kuda. Inilah
untuk ketiga kalinya mereka angkat saudara. Sekarang
saling mereka minum arak dari satu cawan, malam
tidur berkerubung sehelai selimut. Adalah kemudian
karena masing-masing mencari air dan rumput sendiri
dan memimpin barisan sendiri-sendiri, mereka jadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berpencaran, tetapi hubungan mereka masih tetap
kekal. Demikian ingat saudara angkatnya itu,
Temuchin timbulkan usul ini.
Wanyen Yung Chi telah minum hingga separuh
mabuk, tanpa pikir ia langsung menjawab: “Bangsa
Mongolia berjumlah banyak, kalau semuanya diberi
pangkat, mana kami negeri Kim yang besar dapat
punyakan demikian banyak pembesar?”
Wanyen Lieh mengedipkan mata kepada kakaknya,
sang kakak tetapi tidak memperdulikannya.
Temuchin tidak senang dengan jawaban itu. “Kalau
begitu tidak apa, serahkan saja pangkatku
kepadanya!” ia bilang.
Yung Chi tepuk pahanya, ia berseru: “Apakah kau
pandang enteng pangkat yang diberikan kerajaan Kim
yang besar?!”
Temuchin tahu diri, ia tutup mulutnya.
Wanyen Lieh pun lantas menyelak dengan ia
berbicara sambil tertawa, untuk simpangkan soal.
Di hari kedua, pagi Temuchin berangkat dengan
ajak keempat putranya serta lima ribu serdadunya,
untuk mengantari Wangyen Yung Chi dan Wanyen
Lieh pergi menganugrahkan pangkat kepada Wang
Khan. Matahari telah memancarkan cahaya ketika
Temuchin telah berada di atas kudanya dan lima ribu
serdadunya telah siap dengan rapi.
Akan tetapi itu waktu, tentara Kim masih tidur
nyenyak di kemahnya. Tadinya Temchin gentar
menyaksikan roman gagah tentara Kim itu, mentereng
seragam dan alat senjatanya, besar-besar kuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tunggangannya, tetapi sekarang menyaksikan
doyannya tidur mereka, berulang kali ia kasih dengar
suara di hidung. Pada Mukhali ia tanya: “Bagaimana
pandanganmu terhadap tentara Kim itu?”
“Seribu serdau kita dapat lawan lima ribu serdadu
mereka!” sahut Mukhali.
Temuchin girang sekali dengan jawaban itu.
“Pandanganmu sering cocok dengan pandanganku,” ia
bilang. “Katanya negeri Kim ada punya dua juta
serdadu, kita hanya lima puluh laksa.” Ketika itu ia
menoleh, ia tampak kudanya Tuli, tetapi Tuli sendiri
tidak kelihatan orangnya.
“Mana Tuli?!” ia tanya dengan gusar.
Tuli itu putra yang keempat, masih kecil, akan tetapi
dalam hal mendidik anak atau melatih tentara,
Temuchin pakai aturan keras, maka itu tak senang ia
tidak melihat anaknya itu.
Semua orang menjadi cemas hatinya.
“Dia biasanya tidak berani bangun sampai siang,
nanti aku tengok,” berkata Boroul, yang menjadi
gurunya Tuli, yang khawatir pemimpin itu gusari
putranya. Tapi baru ia hendak putar kudanya, di sana
kelihatan dua bocah berlari-lari mendatangi sambil
berpegangan tangan. Mereka ialah Tuli bersama Kwee
Ceng.
“Ayah!” panggil Tuli kapan ia tiba di depan ayahnya
itu.
“Kema kau pergi?!” tanya Temuchin.
“Barusan aku membuat anda bersama saudar Kwee
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di tepi sungai,” sahut Tuli. “Dan dia menghadiahkan ini
padaku.”
Membuat “anda” itu berarti mengangkat sudara.
“Anda” itu kata-kata Mongol.
Sambil mengatakan demikian, Tuli ulapkan
tangannya yang mencekal sepotong handuk merah
yang tersulam bunga-bungaan indah, ialah handuk
buatan Lie Peng untuk putranya.
Temuchin segera ingat halnya sendiri bersama
Jamukha, tempo masih sangat muda mereka juga
telah mengangkat saudara, hatinya menjadi tergerak,
ia menajdi tenang.
“Kau sendiri, kau menghadiahkan apa padanya?” ia
tanya denagn sabar.
“Ini!” Kwee Ceng mendahulukan menyahut seraya
ia tunjuk lehernya.
Temuchin lihat kalung emas yang biasa dipakai oleh
putra itu. Ia tersenyum. “Baik,” katanya. “Selanjutnya
kamu berdua mesti saling mencintai dan saling
menyayangi serta saling membantu!”
Tuli bersama Kwee Ceng menyahuti menerima
pesan itu.
“Sekarang semua naik kuda!” Temuchin lalu
memerintah. “Kwee Ceng, kau juga turut kami!”
Tuli dan Kwee Ceng girang sekali, sama-sama
mereka naiki kuda mereka.
Orang mesti lagi menanti setangah jam barulah
Wanyen Yung Chi dan saudaranya selesai dandan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keluar dari kemahnya.
Wanyen Lieh lihat tentaranya Mongolia demikian
rapi, ia lantas perintahkan tentaranya lekas siap.
Wanyen Yung Chi sebaliknya tunjuki tingkah
polahnya satu putra raja, denagn ayal-ayalan ia minum
araknya dan dahar kue, habis mana dengan perlahanlahan
juga ia naik ke atas kudanya. Maka itu, lagi kira
setengah jam barulah tentara Kim itu siap berangkat.
Pasukan perang itu menuju ke utara, sesudah jalan
enam hari, barulah mereka dipapak oleh wakilnya
Wang Khan, yang mengutus putranya, Sangum
bersama Jamukha.
Kapan Temuchin dengar Jamukha ada bersama
Sangum, ia lantas maju ke depan, akan temui saudara
angkatnya itu, maka keduanya lantas berpelukan.
Hbais itu semua putra Temuchin menemui dan
mengasih hormat kepada paman angkatnya itu.
Wanyen Lieh lihat Jamukha bertubuh jangkung
kurus, kumis kuningnya jarang, akan tetapi sepasang
matanya sangat tajam dan berpengaruh, menandakan
ketangkasannya. Dilain pihak, Sangum adalah berkulit
putih, tubuhnya gemuk, tanda dari hidup senang dan
dimanjakan, dia tidak mirip dengan seorang yang
dibesarkan di gurun pasir.
Jalan lagi satu hari, rombongan ini sudah mendekati
tempat kediaman Wang Khan.
Justru itu dua serdadunya Temuchin yang bertugas
jalan dimuka sekali, lari balik dengan laporannya
bahwa di sebelah depan ada menghalang tentaranya
bangsa Naiman yang berjumlah tiga puluh ribu jiwa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Wanyen Yung Chi terkejut. “Hendak apakah mereka
itu?” dia tanya, hatinya goncang.
“Kelihatannya mereka hendak menyerang,” sahut di
juru warta.
“Jumlahnya mereka agaknya lebih banyak dari
jumlah kita…” kata Yung Chi tidak lancar.
Temuchin tidak beri kesempatan untuk orang bicara
lebih banyak. “Pergilah kau tanya mereka!” ia
perintahkan Mukhali.
Dengan membawa sepuluh pengiring, Mukhali
larikan kudanya ke depan. Karena hal ini, pasukan ini
jadi tertunda keberangkatannya.
Berselang tidak lama, Mukhali telah kembali dengan
laporannya: “Bangsa Naiman mendengar putra raja
kerajaan Kim datang menganugrahkan Khan kami
yang terbesar, mereka juga menghendaki anugerah
itu. Mereka bilang, apabila mereka tidak diberi
anugerah, mereka hendak tangkap dan tahan kedua
putra raja Kim.”
Wanyen Yung Chi menjadi kaget, wajahnya
berubah, tetapi ia mencoba mengendalikan diri.
Wanyen Lieh sebaliknya segera mengatur pasukan
perangnya, untuk bersiap sedia.
“Kakak,” berkata Mukhali kepada Temuchin,
“Bangsa Naiman itu sering merampas binatang
piaraan kita, mereka sangat suka mengganggu,
apakah hari ini kita mesti lepaskan saja pada mereka?”
Temuchin melihat sekitarnya, ia telah lantas dapat
memikirkannya. “Saudara,” katanya, “Biarlah kedua
putra raja Kim yang besar ini melihat sepak terjang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kita!” Ia pun lantas bersiul nyaring satu kali, disusul
sama dua kali cambukan ke udara dari cambuknya,
atas mana tentara Mongolia menyambut dengan
seruan perang mereka berulangkali.
Dua saudara Wanyen tidak menyangka mendengar
itu dan dan menyaksikan sikap orang, mereka
terperanjat.
Segera terlihat debu mengepul di sebelah depan,
dan musuh segera mulai tampak.
Tentara terdepan dari pihak Mongol sebaliknya
telah mundur kepada barisan mereka.
“Adik,” Wanyen Yung Chi teriaki saudaranya,
“Lekas suruh tentara kita maju! Ini orang-orang Mongol
tidak ada gunanya!”
“Biarlah mereka yang bertempur lebih dulu,”
Wanyen Lieh membisiki kakaknya.
Mendengar itu barulah Yung Chi sadar dan
manggut-manggut.
Tentara Mongol masih perdengarkan suara mereka
yang nyaring tetapi mereka tidak bergeming.
“Taruh kata kamu berterika-teriak hingga langit
bergerak bumi bergoyang, apakah dengan begitu
dapat tentara musuh dibikin mundur?” berkata Yung
Chi.
Itu waktu Boroul berada di samping kiri, ia berkata
kepada Tuli: “Pangeran kecil, kau turut aku, jangan kau
ketinggalan. Kau lihat bagaimana kami nanti
menghajar musuh!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tuli mengangguk. Bersama-sama Kwee Ceng, ia
telad tentaranya ialah berkoak-koak dengan seruan
peperangan.
Dalam tempo yang cepat sekali, tentara musuh
sudah datang dekat beberapa ratus tindak, walaupun
demikian, tentara Mongol tetap tidak bergerak, mereka
tetap berteriak-teriak saja.
Wanyen Lieh menjadi heran. “Lepas panah!” ia
mengasih titah. Ia khawatir tentara Naiman nanti
keburu mendahulukan menyerbu kepada mareka.
Tentara Kim menurut titah, mereka lantas
menghujani anak panah.
Jarak di antara kedua pihak masih cukup jauh, anak
panahnya tentara Kim ini tidak sampai kepada musuh,
semuanya jatuh di hadapan mereka itu. Hanya
sementara itu, karena orang datang semakin dekat,
Wanyen Yung Chi dapat lihat wajah tentara Naiman itu
sangat bengis, sambil mengertak gigi, mereka kepraki
kuda mereka untuk menerjang. Mau tidak mau, Yung
berkhawatir pula.
Siwaktu itu, cambuknya Temuchin mengalun pula di
tengah udara, suaranya nyaring. Sekali ini serempak
berhentilah seruan-seruan peperangan tentara Mongol
itu, yang sebaliknya lalu membagi diri dalam dua
sayap, masing-masing dipimpin Temuchin sendiri
berdua dengan Jamukha, keduanya ini lantas lari ke
tanah tinggi di samping mereka, guna menduduki
tempat yang bagus, tentara mereka mengikuti untuk
turut ambil kedudukan bagus itu. Sesudah itu, dari
tempat yang lebih tinggi, mereka lantas menyerang
tentara Naiman. Karena ini adalah penyerangan dari
jauh, merka menggunai anak panah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kepala perang Naiman rupanya melihat
kedudukannya tak selayaknya, ia memimpin untuk
mencoba merampas kedudukan itu.
Tentara Mongol membuat tembok bentengan yang
terdiri dari semacam permadani, benda tebal itu
dipasang di depan mereka dengan diri mereka teraling,
penyerangan panah dilanjuti. Hampir semua panah
mereka yang gagal.
Temuchin dari tempat yang tinggi menyaksikan
penyerangan pihaknya itu, yang membuat musuh
kacau, lantas ia berikan titahnya: “Jelmi, pergi kau
serbu bagian belakangnya!”
Jelmi menerima titah itu, dengan membawa
goloknya yang besar, ia pergi dengan seribu
serdadunya. Ia ambil jalan memotong.
Jebe dengan tombak panjang di tangan, maju di
paling muka. Sebagai orang baru, ia ingin membuat
jasa. Ia mendekam di bebokong kudanya.
Dalam tempo yang pendek, barisan belakang
Naiman menjadi kalu. Kejadian ini membingungkan
pasukan yang berada di sebelah depan.
Selagi kepala perang Naiman bersangsi, Jamukha
bersama Sangum menyerang dari kiri dan kanan. Atas
ini, musuh lantas lari serabutan, untuk kembali ke jalan
darimana tadi mereka datang.
Jelmi tidak merintangi musuh lari terus, ia biarkan
mereka dihajar oleh kawan-kawannya, hanya sesudah
musuh tinggal kira-kira dua ribu jiwa lebih, baru ia
memegat. Siasatnya ini memberi hasil. Musuh menjadi
kecil nyalinya, mereka turun dari kuda mereka dan
menyerah.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebagi kesudahan pertempuran, musuh terbinasa
dan luka seribu lebih, tertawan dua ribu lebih. Di pihak
Mongolia, kematian dan luka Cuma seratus lebih.
Temuchin titahkan loloskan seragam tentara
Naiman itu, jumlah mereka dua ribu lebih dipecah
empat yang sebagian diserahkan kepada dua saudara
Wanyen, yang sebagian untuk Wang Khan, yang
sebagian untuk Jamukha san yang sisanya untuk
dirinya sendiri. Untuk serdadu-serdadunya yang
terbinasa, ia memberi keluarganya lima ekor kuda
serta empat tawanan Naiman sebagai budak.
Baru sekarang Wanyen Yung Chi sadar atas
caranya bangsa Mongol itu berperang, dengan
gembira ia rundingkan itu.
Wanyen Lieh sebaliknya gentar hatinya. Dengan
jumlah yang lebih kecil, Temuchin dan Jamukha telah
kalahkan musuhnya yang lebih besar jumlahnya.
“Dengan orang Mongol saling bunuh, maka kami
bangsa Kim di Utara dapat merasai aman sentosa,” ia
berpikir. “Kalau Temuchin dan Jamukha bisa
persatukan pelbagai suku bangsa Mongol itu, itu
artinya negaraku tak aman lagi…” Oleh karena ini, ia
menjadi berpikir keras.
Itu waktu terlihat pula debu mengepul jauh di
sebelah depan. Itulah tanda dari datangnya lagi satu
pasukan perang.
“Bagus!” berseru Wanyen Yung Chi. “Hajar pula
padanya!”
Akan tetapi juru warta Mongol datang dengan
wartanya: “Wang Khan sendiri datang dengan pasukan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perangnya!”
Mendengar itu Temuchin bersama Jamukha dan
Sangum lantas pergi menyambut.
Wang Khan tiba untuk lantas lompatb turun dari
kudanya, terus ia tuntun Temuchin dan Jamukha di
tangan kiri dan kanannya, untuk berjalan kaki menemui
dua saudara Wanyen, di depan kuda dua saudara ini,
ia menjalankan kehormatan.
Wanyen Lieh memasang mata kepada Wang Khan,
yang tubuhnya gemuk, kumis dan jenggotnya telah
putih bagaikan perak. Dia mengenakan jubah hitam
dari kulit binatang tiauw dengan pinggang dilibat ikat
pinggang emas. Nampaknya ia keren sekali.
Segera Wanyen Lieh turun dari kudanya, guna
membalas menghormat. Tidak demikian dengan
Wanyen Yung Chi, yang Cuma rangkap kedua
tangannya dari atas kuda.
“Hamba dengar bangsa Naiman hendak berbuat
kurang ajar,” berkata Wang Khan. “Oleh karena
khawatir kedua pangeran kaget maka hamba datang
bersama tentaraku ini. Syukur ketiga anak-anakku
telah dapat membinasakan mereka!”
Lantas dengan hormat sekali, Wang Khan undung
kedua utusan Kim itu datang ke tendanya.
Wanyen Lieh berpikir apabila ia dapatkan di dalam
segala hal Wang Khan ada lebih unggul dari
Temuchin. Tidak heran kalau Khan ini menjagoi di
Utara.. banyak suka lainnya yang takluk padanya, dan
tentaranya kuat. Ia menginsyafi ancaman bahaya dari
pihak ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah selesai upacara penganugerahan, malam
itu Wang Khan jamu tetamunya. Ia menyuguhkan
nyanyian dan tari-tarian oleh budak-budak wanitanya.
Ramai sekali pesta itu.
Tengah berpesta, Wanyen Lieh berkata: “Aku ingin
menyaksikan orang-orang gagah perkasa bangsa
Mongolia.”
“Dua anak angkatku ini adalah orang-orang gagah
perkasa bangsa Mongol,” berkata Wang Khan sambil
tertawa seraya menunjuk ke arah Temuchin dan
Jamukha.
Sangum tidak puas mendengar perkataan ayahnya
itu, untuk mengendalikan diri, saban-saban ia cegluk
arakanya dari cawannya yang besar.
Wanyen Lieh awas matanya, ia lihat
ketidakpuasaan orang. “Putramu terlebih gagah lagi,”
ia puji putra Khan itu. “Kenapa loo-enghiong tidak
menyebut-nyebut dia?”
Sengaja pangeran Kim ini memanggil loo-enghiong,
pendekar tua, kepada Khan itu.
“Jikalau aku telah menutup mata nanti, sudah
sewajarnya dialah yang nanti menggantikan aku
memimpin suku kita,” berkata Wang Khan sambil
tertawa. “Dia mana dapat dibandingkan dengan kedua
anak angkatku? Jamukha pandai dan cerdik, den
Temuchin gagah tak tertandingkan. Dengan tangan
kosong Temuchin bakal membangun negara. Orang
gagah yang mana yang tidak bakal menjual jiwanya
untuk Temuchin?”
“Apakah sebawahan loo-engjiong tak dapat
melawan dia?” Wanyen Lieh tanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Temuchin lirik putra raja Kim ini. Kata-kata orang
ada mengandung pancingan atau unsur
merenggangkan. Ia lantas berhati-hati sendirinya.
Wang Khan urut kumisnya, ia tidak menjawab. Ia
hanya menghirup araknya.
“Pernah bangsa Naiman rampas beberapa laksa
binatang ternakku,” katanya kemudian. “Syukur
Temuchin kirim empat panglimanya untuk membantu
aku, dengan begitu semua binatang itu dapat dirampas
pulang. Anakku? Ah….”
Mendengar itu, air mukanya Sangum berubah, ia
letaki cangkir araknya dengan separuh dibanting.
“Apakah kegunaanku?” Temuchin lekas berkata,
“Istriku dirampas orang, untuk itu adalah ayah
angkatku dan saudara angkatku yang membantu aku
merampas pulang.”
“Bagaimana dengan empat panglimamu yang
kesohor gagah itu?” Wanyen Lieh tanya. “Mana
mereka itu? Aku ingin melihatnya.”
“Suruhlah mereka masuk kemari!” Wang Khan
berkata pula pada Temuchin.
Denga perlahan-lahan Temuchin tepuk-tepuk
tangannya, segera setelah itu empat perwira masuk ke
dalam tenda.
Wanyen Lieh mengawasi. Yang pertama adalah
satu orang yang romannya lemah lembut, yang
kulitnya putih sekali. Dialah Mukhali yang pandai
mengatur tentara. Yang kedua ada bertubuh kekar dan
sepasang matanya tajam seperti burung elang, ialah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sahabatnya Temuchin, yaitu Borchu. Yang ketiga ada
berpotongan kecil dan kate tetapi gesit gerakkannya, ia
adalah Boroul. Dan yang keempat ada seorang yang
dengan seluruh lengannya bercacat bekas bacokan
golok, yang mukanya merah bagai darah. Dialah
Chi’laun yang dulu hari pernah tolongi Temuchin dari
ancaman malapetaka. Merekalah orang-orang
peperangan yang berjasa membangun negara
Mongolia yang Temuchin sendiri menyebutnya empat
panglima gagah.”
Wanyen Lieh puji mereka itu satu persatu, ia
haturkan secawan arak pada masing-masingnya.
Habis orang minum, ia berkata pula: “Tadi di medan
perang, ada satu panglima dengan seragam hitam, dia
menerjang musuh bukan main gagahnya. Siapakah
dia?”
“Dia adalah Jebe, pemimpin komponiku yang baru,”
Temuchin menjawab.
“Coba suruh dia masuk kemari untuk minum satu
cangkir,” Wanyen Lieh minta.
Temuchin meluluskan, ia beri titah untuk memanggil
Jebe.
Jebe sudah lantas muncul. Diberikan arak, ia
menghanturkan terima kasih. Ketika ia hendak hirup
araknya itu, tiba-tiba Sangum berseru: “Kau cuma
kepala komponi yang rendah pangkatnya, cara
bagaimana kau beri minum dari cawan emasku?!”
Jebe kaget berbareng murka. Batal ia minum, ia
lantas mengawasi Temuchin.
Menurut kebiasaan bangsa Mongol, mencegah
orang minum arak adalah satu penghinaan besar,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apapula dilakukan di muka orang banyak. Maka itu
Temuchin berpikir: “Dengan memandang ayah angkat,
biar aku kasih dia ampun.” “Mari cawan itu! Aku
berdahaga, kasih aku yang minum!” Ia ambil cawan itu
dari tangannya punggawanya itu, ia lantas tenggak
isinya.
Dengan mata bengis Jebe awasi Sangum, terus ia
bertindak keluar.
“Kau kembali!” Sangum memanggil dengan
membentak.
Jebe tidak ambil peduli, ia bertindak terus seraya
angkat kepalanya.
Sangum kecele, tetapi ia kata kepada Temuchin:
“Saudara Temuchin ada punya empat pendekar tetapi
asal aku keluarkan satu makhluk, tentu empatempatnya
mereka dapat dimakan habis dengan sekali
telan!” ia pun tertawa dingin.
“Makhluk apakah itu?” Wanyen Yung Chi bertanya.
“Mari kita pergi keluar untuk melihatnya,” Sangum
mengajak.
“Kita lagi gembira minum arak di sini, kau hendak
mengacau apa lagi!” Wang Khan menegur putranya.
Wanyen Yung Chi hendak melihat keramaian, ia
berkata: “Minum arak saja pun kurang gembira, mari
kita melihat yang lainnya!” Ia pun lantas berbangkit dan
bertindak keluar. Terpaksa orang banyak turut keluar
pula.
Di luar tenda, bangsa Mongol telah menumpuk
beberapa ratus api unggun, mereka tengah berminum,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kapan mereka tampak Khan mereka muncul,
semuanya lantas bangkit berdiri.
Di terangnya api unggun, Temuchin lihat wajahnya
Jebe merah. Ia mengerti bawahannya itu penasaran
dan gusar. Ia tahu juga bagaimana mesti perlakukan
orang polos demikian.
“Ambil arak!” ia menitah. Dia lantas dibawakan satu
poci besar. Ia angkat poci itu, terus ia berkata dengan
nyaring: “Hari ini kita hajar bangsa Naiman hingga
mereka dapatkan kekalahan besar, dengan begitu
kamu semua telah bercape lelah…!”
Tentara itu berteriak: “Adalah Wang Khan,
Temuchin Kha Khan dan Jamukha Khan yang
memimpin kita menghajar mereka!”
“Hari ini aku telah lihat seseorang yang luar biasa
beraninya yang sudah menyerbu ke belakang barisan
musuh,” Temuchin berkata pula: “Beruntun tiga kali dia
menyerbu bolak-balik! Siapakah dia?!”
“Itulah Siphu-thio Jebe!” sahut banyak serdadu.
“Apa siphu-thio!” berkata Temuchin. “Dia-lah pekhuthio!”
Dengan begitu, dengan sendirinya, sejenak itu juga,
Temuchin telah naiki pangkatnya Jebe menjadi
pemimpin eskadron.
Untuk sejenak, orang melengak, tetapi segera
mereka mengerti, maka dengan kegirangan mereka
berseru: “Jebe gagah berani, dia pantas menjadi
pekhu-thio!”
“Ambil kopiah perangku!” kata Temuchin kepada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jelmi.
Jelmi menurut dan menyerahkan kopiah itu dengan
kedua tangannya.
Temuchin menyambuti, terus ia angkat kopiahnya
itu tinggi-tinggi. “Inilah kopiahku, yang aku pakai untuk
membasmi musuh!” dia berkata dengan suara nyaring.
“Sekarang hendak aku pakai ini sebagai gantinya
cawan arak!”
Ia buka tutp poci arak, isinya ia tuang ke dalam
kopiah besi itu. Ia lantas menghirup satu ceglukan,
habis itu, kopiah itu ia sadurkan kepada Jebe.
Pekhu-thio itu menjadi sangat bersyukur, sambil
tekuk sebelah kakinya, ia ulurkan tangannya untuk
menyambuti, terus ia mencegluk beberapa kali.
“Biarpun cawan emas yang paling berharga di
kolong langit ini, tidaklah itu dapat melawan kopiah
besi dari Kha Khan ini!” katanya perlahan.
Temuchin tersenyum. Ia sambuti pulang kopiahnya
itu, untuk dipakai di kepalanya.
Semua punggawa dan serdadu Mongol itu tahu
Jebe telah menerima penghinaan, akan tetapi
menyaksikan sikapnya pemimpin mereka itu, mereka
lantas bertempik sorak.
“Sungguh satu manusia yang luar biasa!” pikir
Wanyen Lieh. “Kalau sekarang dia suruh Jebe mati,
Jebe tentulah rela!”
Beda dari saudaranya, Wanyen Yung Chi justru
pikirkan saja kata-katanya Sangum tentang empat
pahlawannya Temuchin. Ia suruh pengiringnya ambil
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kursi kulit harimau, di atas itu ia duduk bercokol.
“Kau ada punya makhluk apa yang demikian hebat,
hingga ia dapat menelan keempat pahlawan?” dia
tanya Sangum.
Sangum tersenyum. “Apakah emapt pahlawan
saudara angkatnya Temuchin?” ia mengulangi. “Mana
dia empat pahlawan yang menggetarkan padang pasir
itu?”
Mukhali berempat lantas menghampirinya dan
memberi hormat sambil menjura.
Sangum berpaling, untuk bicara perlahan sekali
dengan satu pengiringnya. Pengiring itu menyahuti,
terus ia mundurkan diri.
Tidak selang lama lantas orang mendengar suara
mengaumnya seekor binatang liar, disusul mana
munculnya binatang itu sendiri, yaitu dua ekor macam
tutul yang besar, yang bulunya belang bertotolan, dua
pasang matanya bersinar mencorot, jalannya ayalayalan
tetapi sikapnya sangat bengis.
Wanyen Yung Chi kaget hingga ia raba goloknya,
setelah mana kedua macam tutul itu sudah datang
sekat api unggun, baru hatinya lega. Binatang itu
dikalungi dengan kalung kulit dan setiap ekornya
dituntun dua orang yang tubuhnya besar, mereka itu
masing-masing mencekal sebatang galah. Sebab
mereka itu adalah si pemelihara binatang buas itu.
Adalah umum orang Mongol memelihara macam tutul,
yang dipakai untuk berburu. Macam tutul baik tenaga
maupun kegalakannya melebihi anjing pemburu. Tapi
binatang ini sangat kuat makannya, dari itu kalau
bukannya pangeran atau bangsawan, orang tak dapat
memeliharanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kakak,” kata Sangum kepada Temuchin. “Empat
pahlawanmu adalah orang-orang gagah, jikalau
mereka dapat dengan tangan kosong membinasakan
dua ekor macanku ini, barulah aku sangat takluk
kepadamu!”
Mendengar ini, keempat pahlawan menjadi sangat
dongkol. Mereka dalam hati kecilnya berkata: “Sudah
kau hinakan Jebe, sekarang kau hinakan kami juga.
Adakah kami babi hutan atau serigala maka kami
hendak diadu sama macan tutulmu?”
Juga Temuchin menjadi sangat tidak senang. Maka
ia berkata: “Aku menyayangi keempat pahlawanku
sebagai jiwaku sendiri, cara bagaimana aku bisa
biarkan mereka berkelahi sama macan tutul?”
Sangum tertawa terbahak. “Begitu?” ia mengejek.
“Buat apakah mengepul menjadi orang gagah kalau
dua ekor macanku saja takut dilawan?”
Diantara empat pahlawan itu, Chi’laun yang paling
keras tabiatnya. Ia lantas bertindak maju ke depan.
“Khan yang maha besar,” katanya, “Tidak apa orang
tertawakan kami, tetapi kau, tak dapat kau hilang
muka! Nanti aku lawan macan tutul itu!”
Wanyen Yung Chi menjadi sangat girang. Ia lantas
loloskan sebuah cincinnya yang bermata berlian, ia
lempari itu ke tanah. “Asal kau menang, cincin itu
menjadi kepunyaanmu!” katanya.
Chi’laun tidak pandang cincin itu, ia hanya bertindak
lagi.
Mukhali tarik kawannya itu. Dia berkata: “Kita
menggentarkan padang pasir, membunuh musuh, kita
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah membunuh cukup banyak, tetapi macan tutul?
bisakah binatang itu memimpin tentara? Bisakah
binatang itu mengatur tentara bersembunyi dan
mengurung musuh?”
Temuchin pun segera berkata: “ Saudara Sangum,
kau menang!” Dan ia bertindak menjemputi cincin tadi,
untuk diletaki di tangannya saudara angkat itu.
Sangum masuki cincin itu ke jari tangannya, ia
tertawa besar dan lama. Ia angkat jari tangannya itu, ia
pertontonkan ke empat penjuru. Tentaranya Wang
Khan lantas saja bersorak-sorai.
Jamukha mengerutkan alis, ia tapinya diam saja.
Temuchin juga bersikap tenang dan agung. Sampai di
situ, empat pahlawannya itu mengundurkan diri.
Lenyap kegembiraannya Yung Chi karena gagal
menyaksikan pertandingan antara manusia lawan
binatang liar itu, tak sudi ia minum arak lebih jauh, ia
lants pulang ke tendanya untuk tidur.
Besok paginya Tuli dan Kwee Ceng dengan
bergandengan tangan pergi bermain, tanpa terasa
mereka bertindak semakin jauh dari tenda mereka.
Tiba-tiba ada seekor kelinci putih lari lewat di samping
mereka. Tuli keluarkan panah kecilnya dan memanah.
Tepat kelinci itu terpanah perutnya. Tapi tenaganya
Tuli sangat terbatas, kelinci itu masih dapat lari terus
dengan bawa anak panah yang nancap diperutnya itu.
Tuli bersama Kwee Ceng lantas mengejar dengan
berteriak-teriak.
Kelinci itu lari serintasan, lantas ia roboh dengan
sendirinya. Girang Tuli berdua, mereka lompat maju
untuk menubruk.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Justru itu dari samping mereka, yang merupakan
rimba, muncul serombongan anak-anak, satu yang
berumur kira-kira sepuluh tahun, dengan sangat sebat,
telah mendahului menyambar binatang itu, dia cabut
anak panahnya dan lalu ia buang ke tanah, kemudian
setelah ia mengawasi Tuli berdua, dia lari bersama
bangkai kelinci itu!
Tuli lantas berteriak: „Eh, kelinci itu akulah yang
memanahnya! Kenapa kau bawa lari?!“
Bocah itu menoleh, dia tertawa. “Siapa yang bilang,
kau yang memanah?” tanyanya.
“Panah ini toh kepunyaanku!” jawab Tuli.
Bocah itu yang telah berhenti berlari berdiri
sepasang alisnya, matanya pun melotot. “Kelinci ini
adalah piaraanku!” dia kata. “Sudah bagus aku tidak
minta ganti rugi!”
“Tidak tahu malu!” bentak Tuli. “Terang ini adalah
kelinci liar!”
Bocah itu galak, ia menghampiri Tuli dan
mendorong pundak orang. “Kau maki siapa?!”
tegurnya. “Kakekku ialah Wang Khan! Ayahku ialah
Sangum! kau tahu tidak?! Taruh kata benar kelinci
kaulah kau yang panahm kalau aku hendak ambil,
habis bagaimana?!”
“Ayahku Temuchin!” kata Tuli dengan sama
jumbawanya.
“Fui!” bocah itu menghina. “Ayahmu adalah hantu
cilik yang nyalinya kecil, dia takuti kakekku, dia juga
takuti ayahku!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bocah itu adalah Tusaga, putra tunggal dari
Sangum atau cucunya Wang Khan. Mulainya Sangum
dapat satu putri, selang lama, barulah ia dapatkan
putranya ini, lalu ia tidak punya anak lain lagi. Karena
itu, putranya ini sangat disayangi dan dimanjakan,
hingga Tusaga menjadi kepala besar. Temuchin telah
berpisah lama dengan Wang Khan dan Sangum,
karenanya, anak-anak mereka tidak kenal satu sama
lain.
Tuli gusar sekali yang ayahnya diperhina orang.
“Siapa yang bilang?!” ia tanya dengan bengis. “Ayahku
tidak takuti siapa juga!”
“Ibumu telah orang rampas, adalah ayahku dan
kakekku yang pergi menolongi merampas pulang!”
sahut Tusaga. “Apakah kau sangka aku tidak ketahui
hal itu? Maka apa artinya kalau aku naru ambil ini
kelinci kecil?”
Memang dahulu hari Wang Khan telah bantu anak
angkatnya itu, Sangum ingat baik-baik peristiwa itu dan
menceritakan kepada orang lain hingga Tusaga yang
masih kecil mendapat tahu juga. Sebaliknya Tuli tidak
tahu suatu apa, sebab Temuchin anggap hal itu
memalukan dan tidak pernah memberitahukan
putranya, apapula putranya itu masih kecil.
Meski begitu, Tuli gusar sekali. “Akan aku beritahu
ayahku!” katanya. Ia putar tubuhnya untuk berlalu.
Tusaga tertawa terbahak. “Ayahmu takuti ayahku,
kau mengadu juga bisa apa?” katanya. “Tadi malam
ayahku keluarkan dua macan tutulnya, empat
pahlawan dari ayahmu lantas tak berni bergiming!”
Tuli bertambah gusar. Di antara empat pahlawan,
Boroul adalah gurunya. “Guruku tak takut harimau,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apapula segala macan tutul!” serunya sengit. “Hanya
guruku tidak hendak melayani!”
Tiba-tiba Tusaga maju dan tangannya melayang ke
kuping orang. “Kau berani membantah?!” dia
membentak. “Kau tidak takuti aku?”
Tuli melengak. Ia tidak sangka orang berani pukul
padanya.
Kwee ceng panas hati semenjak tadi, sekarang ia
tidak dapat mengatasi pula dirinya. Dia maju dan
seruduk perutnya Tusaga!
Putranya Sangum juga tidak menyangka-nyangka,
tidak ampun lagi dia roboh terjengkang. Tuli tertawa
seraya tepuk-tepuk tangan. “Bagus!” dia bersorak.
Kemudian dengan tarik tangannya Kwee ceng, ia lari.
Kawan-kawannya Tusaga tidak tinggal diam dan
mengejar, maka itu, mereka lantas jadi berkelahi
bergumul, kepalan dan kaki digunakan semua.
Tusaga murka sekali, dia merayap bangun, dia pun
turut menyerbu. Pihaknya kebanyakan terlebih tua
usianya, dan merekapun berjumlah lebih banyak
orang, sebentar saja Kwee Ceng dan Tuli kena dipukul
jatuh, lalu ditindihkan.
Tubuh Kwee Ceng diduduki Tusaga, sembari
memukul bebokong orang, dia ini berkata: “Kau
menyerah, aku kasih ampun!”
Kwee Ceng berontak, sia-sia saja, ia tak dapat
bergerak. Tuli pun tak dapat bergeming, ditindih oleh
dua lawan.
Dalam saat tegang dari bocah-bocah ini, dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kejauhan ada terdengar kelenengan unta, lalu ditepi
sungai tertampak rombongan pedagang dari gurun
pasir. Salah satu diantaranya yang menunggang kuda
putih, tertawa apabila ia lihat bocah-bocah itu sedang
berkelahi.
“Bagus! Kamu lagi berkelahi!” katanya. Tapi kapan
ia telah datang dekat dan lihat dua anak dikepung
beramai, dua bocah itu telah babak-belur dan matang
biru mukanya, ia kata nyaring: “Tidak malukah kamu?!
Lekas lepaskan mereka!”
“Minggir! Jangan banyak omong disini!” bentak
Tusaga. Dia adalah putranya satu jago di Utara, dia
termanjakan, siapapun tidak berani lawan padanya.
Maka itu ia menjadi besar kepala.
“Hai anak, kau galak sekali!” kata penunggang kuda
itu. “Lepas tanganmu!”
Ketika itu telah tiba beberapa yang lainnya, lalu satu
nona berkata: “Shako, jangan usilan, amri kita
melanjutkan perjalanan.”
“Kau lihat sendiri, kau lihat sendiri!” kata orang yang
dipanggil shako itu – shako – kakak nomor tiga.
Rombongan kalifah itu terdiri antaranya dari
Kanglam Cit Koay, itu tujuh Manusia Aneh dari
Kanglam. Mereka dengar Toan Thian Tek kabur ke
utara, mereka menyusul hingga ke gurun pasir. Untuk
enam tahun lamanya mereka mondar-mandir, selama
itu tidak pernah mereka dengar halnya si orang she
Toan itu. Mereka semua mengerti bahasa Mongol.
Han Siauw Eng adalah si nona, apabila ia telah
melihat denagn tegas, ia lompat turun dari kudanya, ia
tarik dua bocah yang mengerubuti Tuli, ia menyempar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hingga orang berguling. “Dua mengepung satu, tak
malukah kamu?!” tegurnya.
Tuli lompat bangun begitu lekas ia merasai
tubuhnya enteng.
Tusaga menyaksikan kejadian itu, ia heran. Justru
ia melengek, Kwee Ceng berontak dan loloskan dirinya
seraya lompat bangun juga, lalu bersama kawannya ia
angkat kaki!
“Kejar!” teriak Tusaga gusar. “Kejar!” Ia ajak kawankawannya
mengubar.
Kanglam Cit Koay pada tersenyum, Mereka ingat
masa kecilnya mereka, yang pun bengal dan gemar
berkelahi.
“Hayolah jalan!” berkata Kwa Tin Ok. “Kita jangan
bikin pasar keburu bubar, nanti kita tak dapat
menanyai orang!”
Itu waktu Tusaga beramai telah dapat candak Tuli
berdua, mereka itu kembali kena dikurung.
“Menyerah atau tidak?”Tusaga tanya.
Tuli dengan mata bersinar hawa amarah,
menggelengkan kepala.
“Hajar lagi padanya!” Tusaga memberi komando.
Anak-anak itu pun lantas maju.
Tiba-tiba sebuah benda berkelebat di tangannya
Kwee Ceng. “Siapa berani maju!” ia berseru. Nyata ia
mencekal sebatang pisau belati.
Lie Peng menyayangi putranya, senjata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
peninggalan suaminya itu ia serahkan kepada sang
putra, untuk sang putra yang simpan. Ia mengharap
pisau belati itu, sebagai mustika dapat mengusir
pengaruh-pengaruh jahat.
Menampak orang bersenjata, Tusaga semua tidak
berani maju.
Biauw Ciu Si-seng Cu Cong, yang telah larikan
kudanya, lihat sinar berkelebat berkilau itu, ia manjadi
heran. Banyak sudah ia mencuri barang-barang
berharga kepunyaan pembesar rakus atau hartawan
jahat, maka itu matanya tak pernah salah.
“Benda itu pasti mustika adanya,” ia berpikir. “Perlu
aku lihat, benda apakah itu…”
Maka itu ia larikan kudanya ke arah anak-anak itu
hingga ia menampak Kwee Ceng dengan belati di
tangan, sikapnya gagah sekali. ia menjadi heran.
Kenapa sebuah mustika berada di tangan satu bocah?
Ia jadi awasi Kwee Ceng begitu pun semua bocah
lainnya. Semua mereka mengenakan kulit binatang
yang mahal, kecuali Kwee Ceng yang dilehernya pun
berkalung gelang emas yang indah. Jadi mereka
mestinya adalah anak-anak bangsawan Mongolia.
“Mestinya bocah ini telah curi senjata ayahnya,” si
setan tangan ulung berpikir pula. “Dia tentu curi itu
untuk dibuat main. Bukannya tak halal kalau aku ambil
barangnya orang bansawan…”
Dengan timbul keinginannya akan punyai belati itu,
Cu Cong lompat turun dari kudanya, dia dekati semua
bocah itu sambil ia tertawa haha-hihi.
“Jangan berkelahi, jangan berkelahi!” katanya.
“Hayolah kamu baik-baik bermain…!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia menyelip di antara bocah-bocah itu, atau sekejap
saja belati di tangan Kwee Ceng telah pindah ke dalam
cekalannya. Jangan kata baharu Kwee Ceng, satu
anak kecil, walaupun kangzusi.com orang kosen
lainnya, pasti dapat senjatanya dirampasnya. Ia lompat
pula untuk naik ke atas kudanya, sambil tertawa
berkakakan, ia susul kawan-kawannya.
“Tak jelek untungku hari ini, aku dapat mustika!”
kata ia.
“Jieko, tak dapat kau ubah tabiatmu yang suka
mencopet itu!” kata Siauw Bie To Thio A Seng.
“Mustika apakah itu? Mari kasih aku lihat,” minta
Lauw-sie In Hiap Coan Kim Hoat.
Cu Cong ayun tangannya, melemparkan. Bersinar
berkilau belati itu diantara sinar matahari, bagaikan
sinar bianglala, hingga semua Kanglam Cit Koay heran
dan memuji. Kim Hoat pun merasa memegang benda
yang rasanya dingin.
“Bagus!” ia segera memuji, lalu tangannya
menyambar ke batu di dekatnya, batu mana terus
terbabat kutung. Kemudian ia lihat gagangnya pisau, ia
jadi terperanjat. Ia dapatkan ukiran dua huruf “ Yo
kang”.
“Eh, ini namanya orang Han!” katanya. “Kenapa
belati ini terjatuh ke dalam tangan orang Mongol? Yo
Kang? Yo Kang? Tidak pernah aku dengar orang
gagah dengan nama ini….Siapa tak gagah tak pantas
ia mempunyai belati ini…..”
Bab 9. Si Mayat Perunggu dan Si Mayat Besi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Untuk sesaat, Kim Hoat berdiam. Kemudian dia
bertanya pula pada kakaknya yang tertua, “Toako,
takukah kau siapa Yo Kang?”
“Yo Kang? Tak pernah aku dengar nama itu…”
jawab Tin Ok.
Yo Kang itu adalah nama yang Khu Cie Kee berikan
untuk anak yang masih ada dalam kandungannya
Pauw Sek Yok, istrinya Yo Tiat Sim. Tiat Sim dan
Siauw Thian telah saling mengasih tanda mata belati
yang terukir nama Yo Kang dan Kwee Ceng, dari itu,
tentu saja Kanglam Cit Koay tidak kenal nama Yo
Kang itu.
Coan Kim Hoat sabar dan teliti, ia berpikir terus.
Lantas ia ingat akan sesuatu. Ia berkata kemudian:
“Orang yang khu Totiang cari adalah istrinya Yo Tiat
Sim. Entah Yo Kang ini ada hubungannya sama Yo
Tiat Sim atau tidak…”
Enam tahun sudah tujuh saudara ini merantau di
gurun apsir tanpa ada hasilnya, sekarang mereka
dapati ada titik terang, mereka jadi bersemangat,
mereka tak hendak melepaskannya dengan begitu
saja.
“Marilah kita tanya bocah itu!” Siauw Eng
mengusulkan.
Han Po Kie mempunyai kuda yang paling gesit, ia
mendahului berlari kepada kawanan bocah itu yang
telah kembali bergumul berkelahi. Ia berteriak-teriak
menyuruh mereka berhenti berkelahi, tetapi ia tidak
dipedulikan, maka ia turun dari kudanya, dan
kemudian ia langsung tarik beberapa bocah dan
balingkan mereka ke pinggiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tusaga lihat orang kuat, ia tak berani berkelahi
terus. Tapi ia tuding Tuli dan menantang: “Dua ekor
anjing cilik, jikalau kau berani, besok kita bertempur
pula disini!”
“Baik, besok kita bertempur pula disini!” Tuli terima
tantangan itu. Ia sudah lantas memikir, kalau sebentar
ia pulang, hendak ia meminta bantuan Ogatai,
kakaknya yang nomor tiga, dengan siapa ia paling erat
hubungannya, sedang kakaknya itupun kuat. Ia
percaya Ogagati akan suka membantu padanya.
Kwee ceng dengan muka berlumuran darah,
mengulurkan tangannya pada Cu Cong. “Mari kasih
pulang!” katanya. Dengan berani ia minta belatinya
kembali.
“Gampang untuk pulangi padamu!” kata Cu Cong
sambil tertawa, seraya tangannya mencekal belati
orang. Tapi kau mesti omong dulu biar terang,
darimana kau peroleh belati ini?”
Dengan tangan bajunya Kwee ceng susuti darah
yang masih mengalir dari hidungnya. “Ibuku yang
berikan padaku,” sahutnya.
“Apakah she ayahmu?” Cu Cong tanya pula.
Bocah itu melengak. Ia tak punya ayah, tak dapat ia
menjawab. Kemudian ia menggeleng kepalanya.
Cit Koay lihat orang rada tolol, mereka menjadi
putus asa.
“Apakah kau she Yo?” Coan Kim Hoat kemudian
menanya. Ia penasaran.
Kwee menggeleng-gelengkan kepalanya pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kanglam Cit Koay paling menjunjung kehormatan,
mereka pegang satu kepercayaan sekalipun terhadap
satu bocah, maka itu Cu Cong lantas serahkan belati
itu kembali kepada Kwee Ceng., sedang Han Siauw
Eng keluarkan sapu tangannya, untuk susuti orang
punya darah di hidung.
“Pergilah kau pulang,” katanya dengan halus dan
ramah. “Lain kali jangan kau berkelahi pula.”
Lantas Cit Koay berangkat, akan susul rombongan
kalifah yang mereka ikuti. Kwee Ceng menjublak
mengawasi orang pergi.
“Kwee Ceng, mari pulang!” Tuli lantas mengajak.
Cit Koay belum jalan jauh. Tin Ok mempunyai
kupingnya paling lihay pendengarannya dibandingkan
dengan saudara-saudaranya, ia dengar panggilan
“Kwee Ceng” dari Tuli, mendadak ia rasai tubuhnya
menggetar, tanpa bersangsi pula, ia putar kudanya
akan kembali kepada si bocah.
“Eh, anak, apakah kau bernama Kwee Ceng?” ia
tanya dengan sabar.
Kwee Ceng menberikan penyahutan yang
membenarkan.
Bukan kepalang girangnya Tin Ok. “Siapakah nama
ibumu?” tanya pula, cepat.
“Ibu ialah ibu….” Kwee Ceng menjawab.
Tin Ok menggaruk-garuk kepalanya. “Mari antar aku
kepada ibumu, Maukah kau?” ia tanya lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Ibuku tidak ada disini,” bocah itu menjawab.
Tin Ok dengar suara yang tak simpatik. Kemudian
dia berkata kepada adiknya paling kecil, “Cit moay,
kaulah ynag tanya dia.”
Siauw Eng lompat turun dari kudanya dan ia
menghampiri bocah itu. “Mana ayahmu?” dia tanya,
suaranya tetap ramah.
“Orang telah celakai ayahku hingga terbinasa,”
sahut bocah itu. “Nanti kalau aku sudah besar, hendak
aku cari musuh itu untuk membalaskan sakit hati
ayahku!”
“Apakah namanya ayahmu itu?” Siauw Eng tanya
pula. Ia bernafsu, hingga suaranya sedikit menggetar.
Kwee Ceng menggoyang kepala.
“Siapakah namanya itu orang yang membunuh
ayahmu?!” Tin Ok turt tanya, suaranya dingin.
Sambil kertak gigi, Kwee Ceng jawab: “Dia bernama
Toan Thian Tek!”
Memang Lie Peng telah memberitahukan kepada
anaknya itu she dan namanya Thian Tek, malah roman
mukanya dan potongan tubuhnya.
Nyonya Kwee tahu, jiwanya terancam bayaha
sembarang waktu, maka itu ia telah berikan penjelasan
kepada anaknya, supaya apabila ada terjadi sesautu
atas dirinya, putranya itu sudah tahu segala
sesuatunya. Ia pun telah memberitahukannya
berulangkali, hingga Kwee Ceng ingat semua itu.
Cit Koay girang bukan kepalang, si nona Han
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sampai berseru, sedang Kwa Tin Ok memuji kepada
Thian. Lucunya adalah Thio A Seng, yang sudah
rangkul Lam Hie Jin, sementara si cebol Han Po Kie
jumpalitan si atas kudanya.
Tuli dan Kwee Ceng mengawasi, mereka merasa
lucu dan heran.
“Adik kecil, mari duduk, mari kita bicara perlahanlahan…”
nona Han berkata dengan suaranya ynag
tetap ramah.
“Mari pulang!” mengajak Tuli, Ia hendak cari
kakaknya yang ketiga, untuk ajaki saudarany itu besok
membantui ia melawan Tusaga.
“Aku mau pulang,” Kwee ceng berkata kepada Han
Siauw Eng. Ia tarik tangannya Tuli dan ia putari
tubuhnya, untuk berjalan pergi.
“Eh, eh, tunggu dulu,” Po Kie memanggil. “Kau tak
dapat pergi! Biarkan sahabatmu pulang lebih dulu..!”
Melihat sikap orang yang luar biasa, dua bocah itu
menjadi takut, mereka lantas lari.
Po Kie berlompat, untuk sambar pundaknya Kwee
Ceng.
“Shatee, jangan semberono!” Cu Cong cegah
adiknya yang nomor tiga itu. Ia pun bergerak, untuk
halangi tangan adiknya.
Po Kie heran, ia batal membekuk bocah itu.
Cu Cong lari untuk susul kedua bocah itu, ia lantas
jemput tiga butir batu kecil. “Aku akan main sulap
untuk kamu!” katanya sembari tertawa, sikapnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
manis.
Tuli dan Kwee Ceng berhenti berlari, mereka
berdiam mengawasi.
Cu Cong genggam ketiga batu itu di telapak tangan
kanannya. “Menghilanglah!” ia berseru. Kapan ia
membuka kepalan tangannya, batu itu telah lenyap.
Kedua bocah itu heran, mereka mendelong.
“Nelusup masuk!” seru Cu Cong, yang tepuk
kopiahnya. Terus ia buka kopiahnya itu, di dalam situ
ada tiga butir batu itu.
“Bagus!” seru Tuli dan Kwee Ceng. Tanpa merasa,
mereka menjadi tertarik.
Itu waktu terdengar suara belibis mendatangi, lalu
tertampak burungnya terbang mendatangi dalam dua
rombongan, datangnya dari utara.
“Akan aku suruh toako main sulap,” kata ia, yang
dapat pikiran baru. Ia lantas rogoh keluar sepotong
sapu tangan, yang mana ia kasihkan kepada Tuli,
sambil menunjuk kepada Kwa Tin Ok, ia kata: “Kau
tutup matanya.”
Tuli menurut, ia ikat matanya orang she Kwa itu.
“Mau main petak umpat?” tanyanya tertawa.
“Bukan,” sahut Cu Cong. “Tanpa mata, ia dapat
panah burung belibis itu.” Ia terus serahkan gendewa
dan anak panah kepada kakaknya.
“Aku tidak percaya,” kata Tuli.
Itu waktu kedua rombongan belibis sudah terbang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendekat, Cu Cong menimpuk dengan tiga butir
batunya, membuat burung-burung itu menjadi kaget,
yang jadi pemimpinnya berbunyi. Justru karena burung
itu berbunyi dan hendak merubah tujuan, panahnya
Tin Ok sudah meleset, jitu sekali, burung itu terpanah
batang lehernya dan bersama anak panahnya, jatuh ke
tanah.
“Bagus! Bagus!” Tuli dan Kwee Ceng berseru
dengan gembira. Mereka pun lari untuk pungut burung
itu, hendak diserahkan pada Kwa Tin Ok. Mereka
sangat kagum.
“Tadi mereka bertujuh atau berdelapan mengerubuti
kamu berdua,” berkata Cu Cong. “Coba kamu ada
punya kepandaian, kamu tidak usah takut lagi kepada
mereka.”
“Besok kita bakal berkelahi pula, aku akan minta
bantuan kakakku,” kata Tuli.
“Minta bantuan kakakmu?” kata Cu Cong. “Hm,
itulah tidak ada faedahnya. Aku akan ajari kau sedikit
kepandaian, aku tanggung besok kamu bakal dapat
kalahkan mereka.”
“Kami berdua dapat kalahkan mereka berdelapan?”
tegaskan Tuli.
“Ya!” Cu Cong beri kepastian.
Tuli girang sekali. “Baik! Nah, kau ajarkanlah aku!”
Cu Cong awasi Kwee Ceng, yang berdiri diam saja,
dia agaknya tidak tertarik.
“Apakah kau tidak ingin belajar?” ia tanya bocah itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Ibuku bilang, tidak boleh aku berkelahi,” Kwee
Ceng menjawab. “Kalau aku belajar kepandaian untuk
memukul orang, ibu tnetu tidak senang.”
“Hm, bocah bernyali kecil!” kata Po Kie perlahan.
“Habis, kenapa tadi kamu berkelahi?” Cu Cong
tanya lagi.
“Mereka itu yang serang kami duluan.” jawab Kwee
Ceng lagi.
Tin Ok campur bicara, suaranya tetap dingin: “Kalau
kau bertemu dengan sama Toan Thian Tek, musuhmu
itu, habis bagaimana?!” ia tanya.
Kedua matanya Kwee Ceng bersinar. “Akan aku
bunuh dia, untuk balaskan dendaman ayahku!”
sahutnya.
“Ayahmu pandai silat, dia masih dapat dibunuh
musuhnya,” Ton Ok kata pula. “Kau tidak belajar ilmu
kepandaian, bagaimana kau dapat membalas
dendam?”
Kwee Ceng tercengang. Kemudian air matanya
mengalir keluar.
Cu Cong menunjuk ke gunung di sebelah kiri.
“Kalau kau hendak belajar kepandaian guna menuntut
balas untuk ayahmu,” ia bilang. “Sebentar tengah
malam kau pergi ke sana untuk cari kami. Cuma kamu
sendiri yang dapat datang, kau tidak boleh beritahukan
kepada orang lain. Kau berani tidak? Apakah kau takut
setan?”
Kwee Ceng masih berdiri menjublak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kau ajarakan aku saja!” Tuli bilang.
Tiba-tiba Cu Cong tarik tangannya bocah itu,
kakinya mengaggaet.
Tuli rubuh seketika. Ia merayap bangun dengan
murka.”Kenapa kau serang aku?” tegurnya.
“Ini dia yang dibilang ilmu kepandaian,” Cu Cong
tertawa. “Mengertikah kau?”
Nyata Tuli sangat cerdas, segera ia mengerti. Ia
manggut-manggut. “Coba ajarakan aku pula,” ia minta.
Cu Cong menyambar dengan kepalannya, Tuli
berkelit ke kiri. Tapi di sini ia dipapaki tangan kiri si
penyerang, tepat kena hidungnya, tapi Cuma hidung
nempel, kepalan kiri itu segera ditarik pulang.
Bukan kepalang girangnya putra Temuchin itu.
“Bagus! bagus!” ia berseru. “Kau ajari aku lagi!”
Cu Cong mendak, untuk mendongko, lalu ia
seruduk pinggang orang. Tampa ampun Tuli berguling,
tapi belum sempat ia terbanting ke tanah, Coan Kim
Hoat sudah sambar tubuhnya, untuk di kasih tetap
berdiri .
“Paman, ajari aku pula!” seru Tuli. Ia girang luar
biasa.
“Sekarang kau pelajari dulu tiga jurus ini,” kata Cu
Cong sambil tertawa. “Kalau kau sudah bisa, orang
dewasa juga nanti tidak gampang-gampang kalahkan
kau. Cukup sudah!” Ia lantas berpaling kepada Kwee
Ceng, akan tanya, “Apakah kau pun sudah mengerti?”
Kwee Ceng lagi menjublak, ia menggeleng kepala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cit Koay hilang kegembiraannya melihat Tuli
demikian cerdas tapi bocah she Kwee ini begitu tolol.
Siauw Eng sampai menghela napas dan air matanya
berlinang.
“Sudah, kita jangan terlalu capekan hati sekarang,”
kata Kim Hoat kemudian. “Paling benar kita sambut ibu
dan anak ini pulang ke Kanglam, kita serahkan mereka
kepada Khu Totiang. Dalam hal janji pibu, kita
menyerah kalah saja…”
“Anak ini miskin bakatnya, dia tak berbakatbelajar
silat,” bilang Cu Cong.
“Ya, aku lihat dia tidak punya kekerasan hati,” kata
Po Kie. “Ia bakal gagal…”
Dalam dialek orang Kanglam, Cit Koay berdamai.
“Nach, pergilah kamu!” kata Siauw Eng akhirnya. Ia
ulurkan tangan kepada kedua bocah itu, atas mana
Tuli tarik tangan Kwee Ceng untuk diajak pergi, ia
snediri sangat kegirangan.
Selama mereka itu berbicara, Cuma Lam San
Ciauw-cu Lam Hie Jin si Tukang Kayu dari Lam San,
Gunung Selatan yang berdiam saja.
“Eh, sietee, apa katamu?” Tin Ok tegur adiknya
yang keempat itu.
“Baik,” sahut Lam Hie Jin.
“Apa yang baik?” menegaskan Cu Cong.
“Anak itu baik,” jawab adik keempatnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Beginilah biasanya sieko!” kata Siauw Eng, tak
sabaran. “Susah sekali untuk sieko membuka mulut
emasnya, tak hendak ia mengatakannya lebih sepatah
kata!”
Hie Jin tertawa. “Di waktu kecil, aku tolol sekali,”
katanya. Lam San Ciauw-cu memang pendiam, untuk
mengeluarkan sepatah kata, ia memikirkan dahulu,
maka itu asal ia membuka mulut, kata-katanya tentu
tepat. Karena itu juga, enam saudaranya biasa
hargakan pikirannya. Sekarang mendengar
keterangannya itu, mereka bagaikan mendapat sinar
terang.
“Kalau begitu, kita tunggu sampai nanti malam,”
kata Cu Cong kemudian. “Kita lihat dia berani taua
tidak datang seorang diri.”
“Kebanyakan ia tidak berani,” kata Kim Hoat. “Baik
aku cari tahu dulu tempat tinggalnya.” Dan ia lompat
turun dari kudanya, dari jauh-jauh ia mengikuti Kwee
Ceng dan Tuli. Ia lihat mereka masuk ke dalam tenda.
Malam itu Cit Koay berkumpul di atas bukit. Mereka
menanti sampai tengah malam, sampai bintangbintang
mulai menggeser, tak ada bayangan Kwee
Ceng si bocah itu. Cu Cong lantas saja menghela
napas.
“Kanglam Cit Koay sudah malang melintang seumur
hidupnya, kali ini mereka rubuh di tangannya satu
imam…!” katanya masgul.
Selagi tujuh saudara itu berduka, tiba-tiba Po Kie
berseru tertahan: “Eh..!” dan tangannya pun menunjuk
ke depan di mana ada gombolan pohon, “Apa itu?”
katanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika itu sang rembulan yang terang sudah sampai
di tengah-tengah langit, sinarnya sampai kepada
rumput tabal di mana ada tiga tumpuk benda putih
yang nampaknya aneh.
Coan Kim Hoat lompat menghampiri benda itu,
maka ia kenali itu sekumpulan tengkorak, yang
bertumpuk rapi dalam tiga tumpukan. “Entah bocah
nakal siapa sudah bermain di sini, tengkorak orang
diatur begini…” katanya. “Eh…apakah ini? Jieko,
mari!”
Suaranya sangat kedengarannya sangat terkejut,
maka kecuali Kwa Tin Ok, yang lima saudara lainnya
lantas menghampiri saudara she Coan itu. “Lihat!”
katanya lagi kemudian, yang sodorkan sebuah
tengkorak kepada Cu Cong.
Cu Cong dapatkan lima liang di embun-embunan
tengkorak itu, romannya seperti bekas jari tangan. Ia
ulur tangannya, tepat lima jarinya masuk ke dalam
semua laing itu. Jadi itu bukanlah perkerjaannya satu
bocah cilik. Ia pungut dua tengkorak lainnya, di situpun
kedapatan masing-masing lima jari tangan yang sama.
Ia jadi heran dan bersangsi.
“Mustahil benar ada orang membuat liang ini
dengan jeriji tangannya?” ia kata dalam hatinya. Ia tak
berani utarakan kesangsiannya ini.
“Mungkinkah disini ada hantu gunung?” tanya
Siauw Eng. “Hantu tukang geregas manusia…”
“Benar, itulah siluman,” Po Kie membenarkan
adiknya itu.
“Tetapi kenapa tengkorak-tengkorak ini diatur begini
rapi?” Kim Hoat tanya. Saudara ini bersangsi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kwa Tin Ok dengar saudara-saudaranya itu
berbicara. Tiba-tina ia lompat mendekati mereka itu.
“Bagaimana itu diatur rapinya?” tanya ia.
“Semuanya terdiri dari tiga tumpuk, teraur sebagai
segi tiga, dan saban tumpukannya sembilan
tengkorak.” Coan Kim Hoat kasih keterangan pada
kakaknya yang tak dapat melihat itu.
“Benarkah itu terbagi pula dalam tiga tingkat?” Tin
Ok tanya. “Tingkat ynag bawah lima, tingkat tengah
tiga dan tingkat atas satu buah?”
“Eh, toako!” seru Kim Hoat heran. “Kenapa toako
ketahui itu?”
Tin Ok perlihatkan roman cemas. Ia tidak
menjawab. Hanya segera I berkata: “Lekas jalan
seratus tindak, ke arah timur utara dan barat utara!
Lihat ada apakah di sana!”
Menampak sikap luar biasa dari saudara tua itu,
yang biasanya sangat tabah, enam adik angkat itu
lekas bekerja, yang tiga pergi ke timur utara, yang tiga
lagi ke barat utara.
“Disini pun ada tumpukan tengkorak!” begitu
suaranya Han Siauw Eng di timur utara dan Thi A
Seng di barat utara.
Kwa Tin Ok lari ke arah barat utara itu. “Inilah saat
mati hidup kita, jangan bersuara keras,” kata ia,
suaranya perlahan tetapi nadanya tegas.
Thio A Seng bertiga terkejut.
Tin Ok lantas lari ke arah timur utara ke Han Siauw
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eng, ia pun cegah mereka bertiga omong keras-keras.
“Siluman atau musuh?” tanya Cu Cong.
“Mataku buta, kakiku pincang, semua itu adalah
hadiah mereka…” sahut kakak tertua ini.
A Seng bertiga lari berkumpul sama kakak mereka
itu, mereka dengar perkataan si kakak, mereka
semuanya jadi heran.
Tin Ok angkat saudara sama enam orang itu, cinta
mereka bagaikan cintanya saudara-saudara kandung,
meski begitu, ia paling benci orang menyebut-nyebut
cacadnya itu. Semua saudaranya sangka, cacadnya
itu disebabkan kecelekan semenjak kecil, tidak ada
yang berani menanyakan, sekarang barulah mereka itu
ketahui, itulah sebabnya perbuatan musuh. Tin Ok
Demikian lihay, ia toh kalah, dari situ bisa diduga
betapa lihaynya musuh itu.
“Apakah tumpukan disini pun tiga?” tanya Tin Ok.
“Benar,” sahut Siauw Eng.
“Dan setiap tumpukannya terdiri dari sembilan
tengkorak?” sekali ini Tin Ok menanya perlahan sekali.
Nona Han menghitung. “Yang satu sembilan,”
jawabnya kemudian, “Yang satunya delapan…”
“Coba hitung yang sebelah sana, lekas!” kata Tin
Ok mendesak sekali.
Siauw Eng lari ke barat utara, sambil membungkuk
ia menghitung, dengan lekas, lalu dengan lekas pula ia
lari balik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Yang di sana setiap tumpukannya tujuh tengkorak,”
ia beritahu.
“Kalau begitu, mereka akan segera kembali!” kata
Tin Ok, kembali dengan suara perlahan.
Enam saudara itu mengawasi dengan melengak,
mereka menantikan penjelasan.
“Merekalah Tong Sie dan Tiat Sie,” Tin Ok bilang.
Cu Cong terkejut hingga ia berjingkrak. “Bukankah
Tong Sie dan Tat Sie sudah lama mati?” dia tanya.
“Kenapa mereka masih ada di dalam dunia ini?”
“Aku juga menyangka mereka sudah mati, kiranya
mereka sembuniy disini dan secara diam-diam tengah
menyakinkan ilmu Kiu Im Pek-kut Jiauw,” kata Tin Ok.
“Saudara-saudara lekas naik ke kudamu masingmasing,
segera kabur ke selatan, sekali-kali jangan
kamu kembali! Sesudah kabur seribu lie, tunggu aku
selama sepuluh hari, jikalau sepuluh hari aku tidak
datang menyusul kamu, kamu tidak usah menunggui
lebih lama lagi…!”
“Toako, apakah katamu?” tanya Siauw Eng gelisah.
“Kita sudah minum arak bercampur darah, kita sudah
bersumpah untuk hidup atau mati bersama, maka itu
kenapa kau anjurkan kita lari menyingkir?”
Tin Ok goyangi tangannya berulang-ulang. “Lekas
pergi, lekas pergi!” katanya mendesak. “Lambat sedikit
atau sudah tidak keburu lagi!”
Han Po Kie menjadi gusar. “Apakah kau sangka kita
orang-orang yang tidak berbudi?!” dia tanya
membentak.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Mereka berdua lihay luar biasa,” Tin Ok bilang,
“Mereka sekarang lagi menyakinkan ilmu Kiu im Pekkut
Jiauw itu, walaupun mereka belum dapat
merampunginya, mereka toh sudah paham delapan
atau sembilan bagian, dari itu sekalipun kita bertujuh,
kita pasti bukan tandingan mereka. Kenapa kita mesti
antaran jiwa secara sia-sia?”
Enam saudara itu ketahui kakak mereka ini beradat
tinggi, belum pernah ia puji kepandaian lain orang,
sekali pula Khu Cie Kee yang lihay, dia berani lawan,
tetapi sekarang ia jeri terhadap dua orang itu, Tong Sie
si Mayat Perunggu dan Tiat Sie si mayat Besi, mereka
mau percaya sang kakak tidaklah tengah berdusta.
Tentu saja, karenanya mereka menjadi ragu-ragu.
“Kalau begitu, marilah kita pergi bersama-sama,”
Kim Hoat mengajak.
Tin Ok tidak setuju, dengan dingin ia berkata:
“Mereka sudah celakai aku seumur hidup, saki hati ini
tak dapat tidak dibalas!”
Lam Hie Jin segera campur bicara. “Ada rejeki kita
mencicipi bersama, ada kesusahan kita derita bersama
juga!” katanya. Ia omong singkat tetapi kata-katanya
sangat tepat yang tak dapat diubah lagi.
Tin Ok menjadi diam dan berpikir. Sadarlah ia
bahwa saudara-saudaranya itu sudah berkeputusan
bulat. Dia akhirnya menghela napas. “Baiklah kalau
begitu,” katanya kemudian. “Aku cuma minta kalian
semua suka berlaku hati-hati. Tong Sie itu ialah pria
dan Tat Sie itu wanita, mereka berdua itu adalah
suami-istri. Sekarang ini tak ada tempo untuk
menjelaskan tentang mereka itu, Cuma hendak aku
pesan masing-masing jaga lah diri dengan hati-hati
dari cengkraman mereka. Liok-tee, coba jalan seratus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tindak ke selatan, lihat benar atau tidak di sana ada
sebuah peti mati.”
Coan Kim Hoat, adik yang nomor enam, segera lari
ke arah selatan. Setelah seratus tindak, ia tidak lihat
peti mati yang disebutukan kakaknya itu, ia Cuma
nampak unjungnya sebuah batu lempangan muncul
dari dalam tanah, batu itu kotor dengan tanah dan
ketutupan rumput hijau. Ia tarik batu itu tetapi tidak
bergeming. Dengan menggape, ia panggil saudarasaudaranya
yeng mengawasi ke arahnya.
Mereka itu segera saja menghampirinya. Thio A
Seng, Lam Hie Jin dan Han Po Kie, setelah melihat
batu itu, bantui saudaranya untuk mencabut. Sekarang
barulah papan batu itu dapat disingkirkan. Di bawah
sinar rembulan, di bawah batu itu tertampak sebuat
peti mati bercorak kotak atau peti batu dan di dalam
situ rebah dua mayat.
Kwa Tin Ok, setelah ia diberitahukan adanya kedua
mayat itu, sudah lantas lompat turun ke dalam peti
mati yang besar itu.
“Musuhku itu bakal lekas datang kemari untuk
melatih ilmu silatnya itu, sebagai alatnya ialah kedua
mayat ini,” berkata ia, “Maka itu sekarang hendak aku
sembunyi di sini, untuk bokong pada mereka. Saudarasaudara
pergi kau ambil tempat berlindung di empat
penjuru, jaga supaya mereka tidak dapat ketahui.
Kamu mesti menunggu sampai aku telah tidak dapat
bertahan, baru kamu keluar untuk mengepung mereka,
itu waktu jangan kamu main kasihan-kasihan lagi. Cara
membokong ini bukanlah cara yang benar akan tetapi
musuh terlalu tangguh dan telangas, tanpa cara ini jiwa
kita bertujuh bakalan tidak dapat ditolongi lagi!”
Tin Ok omong dengan perlahan-lahan, tapi kataTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
katanya ditandaskan setiap patah. Semua saudaranya
itu menyahuti dengan janji akan menaati.
“Nusuh itu sangat cerdik dan getap,” Tin Ok berkata
pula dengan pesannya, “Sedikit saja ada kelisikan,
mereka bakal dapat tahu. Sekarang tutuplah papan
batu ini, Cuma tinggali sedikit liang kecil untuk aku
bernapas.”
Enam saudara itu menurut, mereka lantas bekerja.
Perlahan-lahan mereka letaki tutup peti mayat yang
istimewa itu. Kemudian, denagn siapakn masingmasing
senjatanya, mereka pencar diri ke empat
penjuru untuk sembunyi sambil memasang mata. Di
situ ada banyak pepohonan dan rumput tebal.
Han Siauw Eng adalah orang yang hatinya paling
berkhawatir dan paling heran pula. Semenjak ia kenal
kakaknya yang tertua itu, inilah pertama kalinya ia
dapatkan sikap yang tegang sekali dari kakaknya itu.
Ia bersembunyi di samping Cu Cong, maka itu sambil
berbisik ia tanya ini kakak nomor dua: “Jieko, Tong Sie
dan Tiat Sie itu makhluk macam apa?”
“Merekalah yang di dalam dunia kang-ouw kesohor
sebagai Hek Hong Siang Sat,” sahut sang kakak
denagn perlahan. “Di masanya mereka itu malangmelintang
di utara, kau masih kecil sekali citmoay,
maka itu kau tidak ketahui tentang mereka. Dua orang
itu snagat kejam, ilmu silat mereka lihay sekali, baik di
Jalan Hitam, maupun di Jalan Putih, siapa dengar
mereka, hatinya ciut. Bukan sedikit orang gagah yang
roboh di tangan mereka itu.”
“Kenapakah mereka itu tak hendak dikepung
beramai-ramai?” Siauw Eng tanya pula.
“Menurut katanya mendiang guru,” Cu Cong
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menerangkan pula, “Orang-orang gagah dari Selatan
dan Utara Sungai Besar pernah tiga kali mengadakan
perhimpunan besar di gunung Heng San, lalu beruntun
tiga tahun mereka mencoba mengepung Hek Hong
Siang Sat, mereka itu dapat lolos. Begitu lihat banyak
orang, mereka lantas sembunyikan diri, setelah orang
bubaran, mereka muncul pula. Setahu bagaimana,
belakangan orang tidak lihat lagi bekas-bekas tapak
mereka, maka beberapa tahun kemudian orang
anggap, karena dosa kejahatannya sudah meluap,
mereka itu telah menemui ajalnya. Tidak disangkasangka
sekarang, di tempat belukar seperti ini, di tara
ini, kita menemui mereka itu.”
“Apakah nama mereka itu?” Siauw Eng masih
menanya.
“Yang pria, yang disebut Tong Sie itu, si Mayat
Perunggu, bernama Tan Hian Hong,” sahut kakak
keduanya itu. “Dia berparas muka semu kuning
hangus seperti perunggu, pada wajahnya itu tak
pernah tampak tanda kemurkaan atau tertawa, dia
beroman seperti mayat saja, maka itu orang juluki dia
Tong Sie.”
“Kalau begitu yang wanita, Tiat Sie itu, mestinya
berkulit hitam legam?”
“Tidak salah! Dia she Bwee, namanya Tiauw Hong.”
“Toako menyebut ilmu Kiu Im Pek-kut Jiauw, ilmu
apakah itu?” tanya adiknya lagi.
“Tentang ilmu itu belum pernah aku
mendengarnya,” jawab sang kakak.
Siauw Eng diam sejenak. Lalu ia menyambung lagi,
“Kenapa toako tak pernah sebut-sebut itu?
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mustahilkah…”
Nona ini berhenti berbicara dengan tiba-tiba, sebab
Cu Cong mendekap mulutnya yang kecil mungil itu.
“Sstt!” berbisik sang kakak itu seraya tangannya
menunjuk ke bawah bukit.
Siauw Eng segera memasang matanya ke arah
tempat ynag ditunjuk itu. Di bawah terangnya sinar
rembulan, ia tampak seuatu benda hitam lagi
bergerak-gerak cepat di atas tanah berpasir.
“Sungguh memalukan,” ia mengeluh di dalam
hatinya, “Kiranya jieko waspada sekali, sambil
memberi keterangan padaku, ia terus pasang
matanya.”
Sebentar saja benda itu sudah datang semakin
dekat. Maka sekarang tampaklah dengan nyata: Itulah
dua orang, yang berjalan rapat satu dengan lain,
hingga mereka merupakan sebagai satu bayangan
yang besar.
Enam saudara dari Kanglam itu menahan napas,
semuanya bersipa sedia. Cu Cong cekal kipasnya
peranti menotok jalan darah. Siauw Eng tancap
pedangnya ke tanah, guna cegah sinarnya berkilauan.
Sekarang terdengar suara pasir disebabkan
tindakan kaki, suara itu menyebabkan ketegangan di
hati ke enam bersaudara itu.
Kapan sebentar kemudian tindakan kaki tak
menerbitkan suara pula, di atas bukit itu tertampak dua
orang bagai bayangan, berdiri diam. Dilihat dari
kepalanya, yang memakai kopiah kulit, yang satu mirip
orang Mongol. Ynag kedua yang rambutnya panjang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan memain atas tiupan angin, adalah seorang wanita.
“Mestinya dia Tong Sie dan Tiat Sie,” pikir Siauw
Eng. “Sekarang ingin aku saksikan bagaimana mereka
melatih diri….”
Si wanita sudah lantas berjalan mengitari si pria,
nyata terdengar buku tulang-tulangnya bersuara
meretek, mengikuti jalannya, dari lambat menjadi
cepat, suaranya semakin keras.
Enam saudara itu menjadi heran. “Tenaga
dalamnya begitu hebat, pantas toako memuji mereka,”
pikir mereka.
Wanita itu gerak-geraki kedua tangannya, diulur dan
ditarik, saban-saban terdengar suara mereteknya.
Rambutnya pun mengikuti bergerak-gerak juga.
Siauw Eng bernyali besar tetapi ia toh menggigil
pula.
Tiba-tiba si wanita itu angkat tangan kanannya,
disusul sama tangan kirinya menyerang dada si pria.
Heran enam saudara itu. “Dapatkah si pria, degan
darah dagingnya manusia, bertahan terhadap
serangan itu?” tanya mereka di dalam hati.
Selagi begitu, si wanita sudah menyerang pula, ke
perut, beruntun hingga tujuh kali, setiap serangan
bertambah cepat, bertambah hebat. Si pria tapinya
mirip mayat, tubuhnya tidaj bergeming, ia tak bersuara.
Tapat sampai pukulan yang ke sembilan, wanita itu
lompat mencelat, jumpalitan, kepala di bawah, kaki di
atas, tangan kirinya menyambar kopiah si pria, tangan
kanannya, dengan lima jari, mencengkeram ke ubunubun
si pria.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hampir Siauw Eng menjerit karena kagetnya. Si
wanita sebaliknya tertawa besar dan panjang, kapan
tangan kanannya di tarik, lima jarinya berlumuran
darah pula. Sembari mengawasi tangannya itu, ia
masih tertawa. Tiba-tiba saja ia menoleh ke arah
Siauw Eng, hingga si nona dapat nampak wajah orang
– satu wajah hitam manis, usianya ditaksir kira-kira
empatpuluh tahun. Hanya aneh, walaupun ia tertawa,
mukanya tidak tersenyum.
Sekarang enam saudara itu ketahui, si pria bukan
Tong Sie, si suami, hanya seorang yang lain, yang
rupanya ditangkap untuk dijadikan bahan atau korabn
latihan Kiu Im Pek-kut Jiauw, Cengkeraman Tulang
Putih. Maka terang sudah, wanita itu adalah Tiat Sie
Bwee Tiauw Hong, si Mayat Besi, sang sistri. dengan
sendirinya mereka menjadi membenci kekejaman
wanita itu.
Seberhentinyatertawa, Tiauw Hong geraki kedua
tangannya, untuk merobek membuka pakaiannya pria
korbannya itu. di Utara ini, dimana hawa udara adalah
sangat dingin, orang memakai baju dalam kulit, tetapi
sekarang, gampang saja si wanita ini menelanjangi
pria itu, tubuh siapa lalu ia letaki di tanah. habis itu,
dengan rangkap kedua tangannya, si wanita itu
berjinjit, berlompatan mengitari korbannya itu. Diwaktu
melompat, dia tidak tekuk dengkulnya, tidak
membungkuk tubuhnya. Dia lompat tingginya
beberapa kaki, lempang jegar.
Disamping heran dan gusar, enam saudara itu
merasa kagum.
Wanita itu berhenti berlompatan dan berputaran
sesudah ia berpekik keras dan panjang sambil ia
lompat tinggi berjumpalitan dua kali, ia turun di sisi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mayat, dua tangannya dipakai menjambak dada dan
perut mayat itu, untuk menarik keluar isi perut orang.
Di bawah sinar rembulan, wanita itu memeriksa, lalau
ia membuangnya setiap isi perut itu, paru-paru dan
jantung, yang semuanya telah tak utuh lagi.
Nyatalah, dengan sembilan kali serangannya – Kiu
im – wanita ini membikin rusak isi perut pria itu, dan ia
memeriksa itu, untuk membuktikan sampai di mana
hasil latihannya itu.
Bukan kepalang gusarnya Siauw Eng. ia dapat
menduga, tumpukan tengkorak itu terang adalah
korban-korbannya wanita kejam ini. Tanpa merasa, ia
cabut pedangnya, hendak ia menerjang wanita itu.
Disaat berbahaya itu, Cu Cong tarik si nona dan
menggoyangi tangannya. Saudara yang kedua ini telah
berpikir: Tiat Sie bersendirian, biar dia lihay, kalau
dikepung bertujuh, kita pasti dapat melawan. Kalau dia
terbunuh lebih dahulu, jadi lebih gampang untuk
melayani Tong Sie. Kalau mereka ada berdua, tak
dapat mereka layani…..Tapi, siapa tahu Tong Sie
bersembunyi di mana? siapa tahu kalau dia muncul
mendadak, untuk membokong kita? Toako telah
memikir jauh, baiklah kita taai pesannya. Biar toako
yang mendahului…”
Habis memeriksa isi perut mayat, Tiat Sie
nampaknya puas, ia lantas duduk numprah di tanah.
Dengan menghadapi rembulan, ia tarik napasnya
keluar masuk, untuk melatih tenaga dalamnya. Ia
duduk dengan membelakangi Cu Cong dan Siauw
Eng, nampak nyata bebokongnya bergerak-gerak.
“Kalau sekarang aku tikam dia, sembilan puluh
sembilan persen, aku dapat tublas tembus
bebokongnya!2 pikir si nona Han. “Hanya kalau aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gagal, akibatnya mesti hebat sekali……………”
Karena ini, karena ragu-ragu, ia bergemetar sendiri.
Tegang hatinya.
Cu Cong pun sama tegangnya sampai ia menahan
napasnya.
habis melatih napasnya, Bwee Tiauw Hong bangkit
berdiri. Ia lantas seret mayat korbannya, dibawa ke
peti mayat di mana Kwa Tin Ok umpatkan diri. Ia
membungkuk, untuk angkat tutup peti mati istimewa
itu.
Enam saudara itu bersiap. Begitu tutup dibuka,
hendak mereka menerjang berbareng.
Tiba-tiba Bwee Tiauw Hong mendengar
berkelisiknya daun pohon di sebelah belakangnya.
Perlahan sekali suara itu, seperti desairnya angin. ia
toh berpaling dengan segera. ia dapat lihat seperti
bayangannya satu kepala orang di atas pohon. Tak
ayal lagi, berbareng dengan pekiknya, ia lompat ke
arah pohon itu.
Itulah Ma Ong Sin Han Po Kie yang sembunyi di
pohon itu. Ia bertubuh kate, ia percaya dengan
sembunyi di atas pohon, ia tak bakal dapat dilihat. Ia
hendak berlompat turun ketika tubuhnya bergerak
bangun, ia tidak sangka, ia dapat dipergoki wanita
lihay itu yang segera menerjang ke arahnya. Tanpa
sangsi ia kerahkan tenaganya, akan sambut wnaita itu
dengan cambuknya Kim-liong-pian. Ia mengarah ke
lengan.
Bwee Tiauw Hong tidak berkelit atau menangkis,
sebaliknya, ia papaki cambuk itu, untuk terus
disambar, untuk dicekal dan dibarengi ditarik dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keras!
Po Kie merasakan satu tenaga keras menarik ia,
tetapi ia juga bertenaga besar, ia juga balik menarik.
Mengikuti tarikan orang, atau lebih benar mengikuti
cambuk Naga Emas. Bwee Tiauw Hong menyambar
dengan tangannya ynag kiri, yang cepat bagaikan
angin, anginnya pun tiba lebih dahulu. Po Kie
meninsyafi bahaya, ia lepaskan cambuknya, terus ia
lompat berjumpalitan. Tiauw Hong tidak hendak
memberi lolos, lima jari tangannya menyambar ke arah
bebokong si cebol itu. Po Kie merasakan angin dingin
di pundaknya, lagi sekali ia enjot tubuhnya, untuk
meleset ke depan.
Di saat itu, di bawah pohon, Lam Hie Jin dengan
Touw-kut-cui, Bor Menembuskan Tulang, dan Coan
Kim Hoat dengan sepasang panah tangannya,
menyambar ke arah musuh itu. Tiauw Hong ketahui
itu, seperti juga sebuah kipas besi, ia menyambok
dengan tangannya yang kiri, hingga kedua senjata
rahasia itu jatuh ke tanah, sedang di lain pihak, tangan
kanannya telah merobek baju Po Kie di bagian
bebokongnya!
Po Kie menekan tanah denagn kaki kiri, ia enjot
tubuhnya, akan lomcat pula. Tetapi Tiauw Hong, yang
sangat gesit, sudah lompat hingga di depannya dan
sambil menaya: “Kau siapa?! Perlu apa kau datang
kemari?!” sepasang tangannya sudah mampir di
pundak orang, hingga PO Kie mersakan sakit sekali,
sebab sepuluh kukunya telah nancap di dagingnya.
Dia menjadi kesakitan, kaget dan gusar, dia angkat
kakinya, menendang ke arah perut. Hebat kesudahan
tendangan ini. Tendangan seperti mengenai papan
batu, di antara suara keras, kaki itu terseleo
tekukannya, hingga bahna sakitnya, yang sampai ke
ulu hati, ia roboh hampir pingsan, hanya dasar jago,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia masih bisa menggulingkan diri, akan
menyingkirkan jauh.
Tiauw Hong snagat lihay, dan gesit sekali, masih
dia lompat, untuk menendang bebokong musuh
gelapny aitu, hanya di saat itu, sebuah kayu pikulan
yang hitam menyambar dia dari samping, mengarah
kakinya. Batal menyerang, dia lompat mundur satu
tindak. Hanya kali ini, dengan lihaynya matanya dan
jelinya kupingnya, dia segera mengerti bahwa dia telah
berada dalam kepungan. Satu mahasiswa yang
memegang kipas totokan dan satu nona yang
bersenjatakan pedang, menyerang ia dari kanannya,
sedang di kirinya datang serangan golok dari
seseorang yang bertubuh jangkung gemuk serta
seorang kurus denagn senjatanya yanga neh,
sementara penyerang dengan kayu pikulan itu adalah
seorang desa. ia menjadi heran dan gentar pula.
Semua penyerang itu tidak dikenalnya dan mereka
agaknya lihay. Maka ia lantas berpikir: “Mereka
banyak, aku sendirian, baiklah aku robohkan dulu
beberapa diantaranya.” Demikian, dengan satu kali
meleset, ia menyambar ke mukanya Siauw Eng!
Cu Cong melihat ancaman bahaya untuk adiknya
itu, ia menyerang jalan darah kiok-tie-hiat dari musuh
lihay itu. Tapi Tiat Sie si Myata Besi benar-benar lihay,
malah aneh juga, sebab ia tidak pedulikan totokan itu,
dia teruskan sambarannya kepada nona Han itu.
Dengan satu gerakan “Pek louw heng kang” atau “
Embun putih melintangi sungai”, Siauw Eng membabat
tangan musuh, atas mana, dengan putar ugal-ugalan
tangannya, Bwee Tiauw Hong dengan berani berbalik
menyambar pedang. Dia agaknya tidak takuti senjata
tajam itu.
Siauw Eng menjadi terkejut, cepat-cepat ia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melompat mundur.
Disaat itu, denagn perdengarkan suara
membeletak, kipas Cu Cong telah mengenai tepat
sasarannya, ialah jalan darah kiok-tie-hiat. Biasanya,
siapa terkena totokan itu, segera tangannya kaku dan
mati. Cu Cong tahu ia telah dapat menghajar
sasarannya, hatinya girang sekali. Justru is bergirang
itu, tahu-tahu tangan musuh berkelebat, menyambar
ke kepalanya!
Bukan main kagetnya Manusia Aneh yang kedua
ini. Dengan perlihatkan kegesitannya, ai lompat
melesat, untuk membebaskan diri dari sambaran itu. Ia
lolos tetapi kegetnya tak kepalang, herannya bukan
buatan.
“Mungkin ia tidak mempunyai jalan darah?” pikirnya.
Ketika itu, Han Po Kie sudah jemput cambuknya,
dengan bekersama dengan kelima saudaranya, ai
maju pula, mengepung musuh yang lihay itu, maka
juga pedang dan golok semua seperti merabu Bwee
Tiauw Hong. Akan tetapi si Mayat Besi tak jeri, dia
seperti tidak menghiraukan enam rupa senjata musuh
itu, ia terus melawan denagn sepasang tangannya
yang berdarah daging!
Dengan kuku-kukunya yang seperti gaetan besi,
Bwee Tiauw Hong main sambar musuh, untuk
merampas senjata, guna mencengkeram daging.
Menyaksikan itu, enam Manusia Aneh itu menjadi ingat
semua tengkorak yang berliangkan bkeas jari tangan
itu, dengan sendirinya hati mereka menjadi gentar.
Merka juga mendapatkan tubuh orang seperti besi
kuatnya
Dua kali bandulan timbangan Coan Kim Hoat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengenai bebokongnya Tiat Sie dan satu kali kayu
pikulannya Kanglam Liok Koay menyambar paha,
tetapi Bwee Tiauw Hong agaknya tidak terluka, sedang
seharusnya dia mesti patah atau remuk tulangtulangnya.
Karena ini, teranglah orang telah punyakan
pelajaran Kim-ciong-tiauw – Kurungan Loncang Emas,
dan Tiat-pou-san – Baju Besi, dua macam ilmu kedot.
Kecuali golok lancipnya dari Thio A Seng dan
pedang tajam dari Han Siauw Eng, semua senjata
lainnya, berani Tiat Sie sambut dengan tubuhnya yang
tangguh itu.
Lagi sesaat, Coan Kim Hoat berlaku rada ayal, tidak
ampun lagi bahu kirinya kena dicengkeram Bwee
Tiauw Hong. Lima Manusia aneh lainnya kaget,
mereka menyerang dengan berbareng guna menolongi
saudara mereka itu. Tapi si Mayat Besi sudah berhasil,
tak saja bajunya Kim Hoat robek, sepotong dagingnya
pun kena tercukil dan dia berdarah-darah.
Cu Cong jadi berpikir, ia menduga-duga dimana
kelemahan musuh lihay itu. Ia tahu betul, siapa punya
ilmu kedot, ia mesti mempunyai suatu anggota
kelemahannya. Karena ini ia berlompatan, menyerang
sambil mencari-cari. Di batok kepala ia totok jalan
darah pek-hoay, di tenggorokan jalan darah hoan-kiat,
sedang di perut jalan darah cee-cun dan di bebokong
jalan darah bwee-liong, demikian pun jalan darah
lainnya. Ia sudah menontok belasan kali, tidak juga
ada hasilnya, hingga ia menjadi berpikir keras.
Bwee Tiauw Hong dapat menerka maksud orang.
Dia berseru: “Siucay rudin, ketahui olehmu, pada
nyonya besarmu tidak ada bagiannya yang lemah,
semua anggota tubuhnya telah terlatih sempurna!” Dan
tangannya menyambar lengan si mahasiswa itu!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cu Cong terkejut, baiknya ia gesit dan cerdik, tak
tunggu tibanya cengkeraman, ia mendahului menotok
telapak tangan orang.
Tiauw Hong kena cekal barang keras, ia heran,
justru itu Cu Cong bebaskan diri.
Manusia Aneh ynag kedua itu menyingkir beberapa
tindak, untuk lihat lengannya. Di sana terpeta tapak
lima jari tangan, melihat mana, ia menjadi terkesiap
hatinya. Syukur ia keburu membela dirinya, kalau
tidak, celakalah ia. Ia menjadi bersangsi. Dipihaknya,
sudah ada tiga yang kena tangan lihay si Mayat Besi.
Coba Tong Sie si Mayat Perunggu muncul, tidakkah
mereka bertujuh saudara bakal roboh semuanya?
Thio A Seng, Han Po Kie dan Coan Kim Hoat sudah
lantas mulai tersengal-sengal napasnya, jidat mereka
bermandikan peluh. Tinggal Lam Hie Jin yang masih
dapat bertahan demikian juga dengan Lam Siauw Eng
– Hie Jin karena tenaga dalamnya sempurna, Siauw
Eng lantaran kegesitan tubuhnya. Dipihak sana, Tiauw
Hong malah bertambah gagah nampaknya.
Satu kali Cu Cong kebetulan menoleh ke arah
tumpukan tengkorak, ia dapat lihat cahaya putih dari
tengkorak-tengkorak itu. Tiba-tiba ia bergidik, tetapi
tiba-tiba juga, ia jadi ingat sesuatu. Segera ia
melompat, untuk lari ke arah peti mati, di mana Kwa
Tin Ok lagi sembunyikan diri, sembari berlari, ia
berteriak: “Semua lekas menyingkir!”
Lima saudara itu mengerti teriakan itu, mereka
lantas berkelahi sambil mundur.
“Dari mana munculnya segala orang hutan yang
hendak mencurangi nyonya besarmu!” kata Tiauw
Hong dengan ejekannya. “Sekarang sudah terlambat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk kamu melarikan diri…!” segera ia merangsak.
Lam Hie Jin bersama Coan Kim Boat dan Han
Siauw Eng mencoba merintangi musuh ini, selagi
begitu Cu Cong bersama Thio A Seng dan Han Po Kie,
yang sudah lantas lari ke peti mati, sudah lanats
kerahkan tenaga mereka, untuk angkat papan batu
tutup dari peti mati itu. Mereka menggesernya ke
samping.
Hebat Bwee Tiauw Hong, ia dapat menyambar kayu
pikulan dari Lam Hie Jin. Ia menggunai tangan kirinya,
maka itu dengan tangan kanannya, ia sambar
sepasang mata lawannya itu.
Disaat itu, Cu Cong berteriak keras: “Lekas turun
menyerang!” Dengan tangan kanan ia menunjuk ke
atas, kedua matanya mengawasi ke langit, dengan
tangan kirinya, yang diangkat tinggi, ia menggapaigapai.
Itulah teriakan dan tanda untuk kawannya yang
sembunyi di dalam peti mati, supaya kawan itu segera
turun tangan.
Bwee Tiauw Hong heran, tanpa merasa ia angkat
kepalanya, memandang ke atas. Ia melainkan hanya
lihat rembulan, ia tak tampak manusia seorang juga.
“ DI depan tujuh tindak!” Cu Cong teriak pula.
Kwa Tin Ok di dalam peti mati telah siap sedia,
segera kedua tangannya diayunkan, dengan begitu
enam buah senjata rahasianya sudah lantas
menyerang ke tempat tujuh tindak, sasarannya adalah
tiga bagian atas, tengah dan bawah. Pun, sambil
berseru keras, ia turut lompat keluar dari dalam peti
mati. Maka itu, ia sudah lantas bekerja sama dengan
enam saudaranya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bwee Tiauw Hong sendiri sudah lantas
perdengarkan jeritan hebat dan menggiriskan. Nyata
kedua matanya telah menjadi korbannya tok-leng,
senjata rahasianya Tin Ok itu. Empat yang lain, yang
mengenai dada dan paha, tidak memberi hasil, empatempatnya
jatuh menggeletak di tanah.
Bwee Tiauw Hong merasakan sangat sakit dan juga
menjadi sangat gusar, tanpa hiraukan sakitnya itu, ia
menggempur terus dengan kedua tangannya kepada
Kwa Tin Ok, akan tetapi Tin Ok telah segara berkelit ke
samping. Dengan menerbitkan suara keras, batu telah
kena terhajar hancur. Dalam murkanya, Tiauw Hong
terus menendang papan batu yang menghalangi di
depannya, papan batu itu terpatah menjadi dua tanpa
ampun lagi!
Kanglam Cit Koay menyaksikan itu, hati mereka
menggetar. Untuk sesaat mereka tidak menyerang
pula.
Bwee Tiauw Hong telah kehilangan penglihatan
kedua matanya, maka itu sekarang ia berkelahi secara
kalap. ia bersilat ke empat penjuru, kedua tangannya
menyambar berulang-ulang.
Cu Cong tidak buka suara, dengan tangannya ia
memberi tanda kepada saudara-saudaranya
menjauhkan diri dari orang kalap itu, dari itu, dari jauhjauh,
mereka menyaksikan lebih jauh bagaimana
Mayat Besi menyambar pepohonan dan batu yang
melintang di depannya, ia membuatnya pohon-pohon
rubuh dan batu hancur tertendang.
Selang sekian lama, Tiauw Hong merasa matanya
keras. Ia rupanya menginsyafi yang ia telah terkena
senjata rahasia yang ada racunnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kamu siapa?!” ia berteriak dengan pertanyaannya.
“Lekas kasih tahu! Kalau nyonya besarmu mati, ia
akan mati dengan puas!”
Cu Cong menggoyangi tangan kepada kakak
tertuanya, untuk kakak itu jangan membuka suara. Ia
ingin si Mayat Besi mati sendirinya karena bekerjanya
racun senjata rahasia itu. Baharu dua kali ia
menggoyangkan tangannya, ia jadi terperanjat
sendirinya. Kakak itu buta, mana dapat ia melihat
tandanya itu?
Benar saja, Tin Ok sudah perdengarkan suaranya
yang dingin itu. “Apakah kau masih ingat Hui-thian Sin
Liong Kwa Pek Shia atau Hui-thian Pian-hok Kwa Tin
Ok?” demikian tanyanya.
Bwee Tiauw Hong melengak dan lalu tertawa
panjang. “Hai, bocah kiranya kau belum mampus?”
tanya dia. “Jadinya kau datang untuk menuntut balas
untuk Hui-thian Sin Liong?”
“Tidak salah!” jawab Tin Ok. “Kau juga belum
mampus, bagus!”
Tiauw Hong menghela napas, ia berdiam.
Tujuh saudara itu mengawasi, mereka berdiam
tetapi siap sedia. Ketika itu angin dingin meniup
membuat orang mengkirik.
“Toako awas!” sekonyong-konyong Cu Cong dan
Coan Kim Hoat berseru.
Belum habis peringatan kedua saudara itu, Tin Ok
sudah merasakan sambaran angin ke arah dadanya,
dengan menukikkan tongkat besinya ke tanah,
tubuhnya lalu meleset naik ke atas pohon.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bwee Tiauw Hong tubruk sasaran kosong,
karenanya tubuhnya maju terus, merangkul pohon
besar di belakang Tin Ok tadi, batang pohon besar itu
tercengkeram sepuluh jarinya, menampak mana, enam
Manusia Aneh itu bergidik sendirinya. Coba Tin Ok
yang terkena rangkul, masihkah ia mempunyakan
nyawanya?
Gagal serangan itu, Bwee Tiauw Hong berpekik
keras, suaranya tajam dan terdengar jauh.
“Celaka, dia lagi memanggil Tong Sie, suaminya…”
kata Cu Cong dalam hatinya. Lalu ia meneruskan
dengan seruannya:” Lekas bereskan dia!” Ia pun
mendahulukan, dengan kerahkan tenaga di tangannya,
ia serang bebokongnya si Mayat Besi. Ia menepuk
keras.
Thio A Seng menyerang dengan salah satu potong
papan batu yang tdai ditendang patah Bwee Tiauw
Hong. Ia pilih batok kepala musuh sebagai
sasarannya.
Tiat Sie buta sekarang, ia pun belum pernah
menyakinkan ilmu mendengar suara seprti Kwa Tin
Ok, akan tetapi kupingnya terang, sambaran angin
papan batu itu pun keras, ia dengar angin itu, maka itu,
ia segera berkelit ke samping. Ia dapat menghindar
dari batu tetepi tidak serangannya Cu Cong. Ia menjadi
kaget apabila ia merasakan bebokongnya sakit sampai
jauh di ulu hatinya. Tidak peduli ia kebal tetapi
serangan Biauw Ciu Sie-seng hebat bukan main, ia
tergempur di bagian dalam.
Setelah hasilnya yang pertama ini, Cu Cong tidak
berhenti sampai di situ. Segera menyusul serangannya
yang kedua. Kali ini ia gagal, ia malah mesti lompat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyingkir. Rupanya Tiauw Hong telah dapat
menduga, ia mendahulukan menyambar. tentu saja
Manusia Aneh yang kedua ini tidak sudi menjadi
korban.
Hampir berbareng dengan itu, dari kejauhan
terdengar pekikan nyaring seperti pekikan Tiauw Hong
barusan. Pekikan itu membuat hati orang terkesiap.
lalu menyusul pekik yang kedua, yang terlebih nyaring
lagi, tanda bahwa orang yang memperdengarkan itu
telah datang lebih dekat.
Kanglam Cit Koay terkejut. “Hebat larinya orang itu!”
kata beberapa diantaranya.
Han Siauw Eng lompat ke samping, untuk
memandang ke bawah bukit. Ia tampak satu bayangan
hitam lari mendatangi dengan cepat sekali. Sembari
mendatangi, bayangan itu masih berpekik-pekik.
Ketika itu Bwee Tiauw Hong sudah tidak mengamuk
seorang diri lagi, ia berdiri diam dengan sikapnya yang
siap sedia, napasnya diempos, guna mencegah racun
di matanya dapat menjalar. Dengan sikapnya ini ia
menantikan suaminya, untuk suaminya itu tolongi dia
sambil membasmi musuh….
Cu Cong segera geraki tangannya ke arah Coan
Kim Hoat, lalu berdua mereka lompat ke gombolan
rumput.
Bab 10. Malam Yang Hebat
Cu Cong ambil sikapnya ini untuk bersedia
membokong musuh. Ia percaya Tong Sie terlebih lihay
daripada Tiat Sie, dari itu, ia terpaksa menggunai akal
ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Itu waktu Siauw Eng telah kasih dengar suara
kaget. Ia tanmpak sekarang, di depan bayangan yang
berpekikan tak hentinya itu, ada satu bayangan lain,
yang kecil dan kate. Karena tubuhnya kecil, bayangan
ini tadi tidak kelihatan. Ia lantas lari turun ke arah
orang orang bertubuh kecil dan kate itu, sebab ia
segera menduga kepada Kwee Ceng. Ia berkhawatir
berbareng girang. Ia khawatirkan keselamatannya
bocah itu, ia girang yang orang telah menepati janji.
Dan ia kemudia berlari, untuk memapaki, guna
menyambut bocah itu.
Selagi dua orang ini mendatangi dekat satu dengan
lain, Tong Sie si Mayat Perunggu pun telah
mendatangi semakin dekat kepada Kwee ceng. Ia
dapat berlari dengan cepat luar biasa.
“Inilah hebat…” pikir Siauw Eng. “Aku bukan
tandingannya Tong Sie….tapi mana dapat aku tidak
menolong bocah itu?” Maka terpaksa ia cepatkan
tindakannya, terpaksa ia berteriak: “Bocah, lekas lari,
lekas lari!”
Kwee Ceng dengar suara itu, ia lihat si nona, ia
menjadi kegirangan hingga ie berseru. ia tidak tahu, di
belakangnya dia tangan maut lagi menghampiri.
Siauw Mie To Thio A Seng telah menaruh hati
kepada Han Siauw Eng sejak beberapa tahun, sampai
sebegitu jauh belum pernah ia berani mengutarakan
rasa hatinya itu, sekarang ia lihat si nona Han
terancam bahaya, ia kaget dan berkhawatir, dengan
melupakan bahaya, ia lari turun, niatnya mendahului
nona itu, untuk memberi tahu supaya, habis menolongi
orang, si nona terus menyingkir.
Lam Hie Jin semua memasang mata ke bawah
bukit, mereka bersedia dengan senjata rahasia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masing-masing, untuk menolongi Siauw Eng dan A
Seng.
Segera juga Siauw Eng sampai kepada Kwee
Ceng, tanpa bilang suatu apa, ia sambar bocah itu,
terus ia memutar tubuh, guna lari balik, mendaki bukit.
Tiba-tiba ia rasai tangannya enteng, berbareng dengan
itu, Kwee Ceng pun menjerit kaget! Bocah itu telah
dirampas Tan Hian Hong, demikian bayangan yang
mengejar itu.
Dengan kegesitannya, Siauw Eng lompat ke
samping, dari situ ia menyerang dengan pedangnya ke
iga kiri si Mayat Perunggu, tetapi ia gagal, maka ia
susuli dengan tikaman ke arah mata. Dengan beruntun
ia mainkan jurus “Hong Hong tiam tauw” – Burung
Hong menggoyang kepala, dan “Wat Lie Kiam-hoat”-
ilmu pedangnya gadis Wat.
Tan Hian Hong mengempit Kwee Ceng di dengan
lengan kirinya, ia kasih lewat ujung pedang, lalu
dengan sikut kanannya, ia menyampok, setelah
pedang itu berpindah arah, ia meneruskan menyambar
si nona dengan jurusnya “Sun swi twi couw” – Menolak
Perahu Mengikuti Air. Sia-sia Siauw Eng tarik
pedangnya, untuk diteruskan dipakai membabat,
tanganya Hian Hong mendahulukan menepuk
pundaknya, hingga seketika ia roboh ke tanah.
Tan Hian Hong tidak berhenti sampai disitu, ia
memburu dan ulur tangannya yang terbuka ke ubunubunnya
nona Han. Ia bergerak dalam jurus Kiu Im
Pek-kut Jiauw yang lihay yang untuk meremukkan
batok kepala orang.
Thio A Seng sudah maju tinggal beberapa tindak
lagi, ia melihat ancaman bahaya terhadap si nona
yang ia sayangi, ia lompat kepada si nona itu, untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengahalangi serangan, tetapi justru karena ini,
bebokongnya mewakilkan Siauw Eng kena dijambret,
hingga lima jarinya si Mayat Perunggu masuk ke
dalam dagingnya. Ia menjerit keras tetapi pedangnya
dikerjakan untuk dipakai menikam ke dadanya lawan!
Hanya, kapan Hian Hong mengempos semangatnya,
pedang itu meleset di dadanya itu. Berbareng dengan
itu, si Mayat Perunggu lemparkan tubuh musuhnya.
Cu Cong bersama Coan Kim Hoat, Lam Hie Jin dan
Han Po Kie lantas lari menyusul tubuh saudaranya itu.
“Hai, perempuan bangsat, bagaimana kau?!”
terdengar teriakannya Hian Hong.
Tiauw Hong tengah memegangi pohon besar, ia
menyahut dengan keras: “Lelaki bangsat,sepasang
mataku dirusak oleh mereka itu! ikalau kau kasih lolos
satu saja diantara tiga ekor anjing itu, sebentar akan
aku adu jiwa denganmu!”
“Bangsat perempuan, legakan hatimu!” sahut Tan
Hian Hong. “Satu juga tidak bakal lolos!” sambil
mengucap begitu, ia serang Han Siauw Eng dengan
dua-dua tangannya.
Dengan gerakannya “Lay louw ta Kun” atau
“Keledai malas bergulingan”, Siauw Eng buang diri
dengan bergulingan, dengan begitu ia bisa menyingkir
beberapa tindak, hingga ia bebas dari bahaya.
“Kau masih memikir untuk menyingkir?” tanya Hian
Hong.
Thio A Seng rebah di tanah dengan terluka parah,
menampak nona Han dalam bahaya, ia menahan
sakit, ia kerahkan semua tenaganya, ia menerjang
kepada musuh itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hian Hong lihay sekali, batal meneruskan
serangannya kepada Siauw Eng, ia papaki kakinya
Thio A Seng itu, lima jarinya masuk ke dalam daging
betis, maka itu, tak dapat Siauw Mie To bertahan lagi,
setelah satu jeritan keras, ia jatuh pingsan.
Justru itu, Siauw Eng lepas dari marabahaya,
sambil lompat bangun, ia menyerang musuhnya. Tapi
sekarang ia menginsyafi lihaynya musuh, ia tak mau
berkelahi secara rapat, saban kali si Mayat Perunggu
hendak menjambak, ia jauhkan diri, ia berputaran.
Di waktu itu, Lam Hie Jin dan yang lainnya telah
tiba, malah Cu Cong bersama Coan Kim Hoat
mendahulukan menyerang denagn senjata rahasia
mereka.
Tan Hian Hong kaget dan heran akan menyaksikan
semua musuhnya demikian lihay, ia menduga-duga
siapa mereka dan kenapa mereka itu muncul di gurun
pasir ini. Akhirnya ia berteriak: “Eh, perempuan
bangsat, makhluk-makhluk ini orang-orang macam
apakah?!”
Bwe Tiauw Hong sahuti suaminya itu: “Mereka itu
adalah saudaranya Hui-thian Sin Liong dan konconya
Hui Thian Phian-hok!”
“Oh!” berseru Hian Hong. Lantas ia mendamprat:
“Bagus betul, bangsat anjing, kiranya kau belum
mampus! Jadinya kamu datang kemari untuk
mengantarkan nyawa kamu!”
Tapi ia juga khawatirkan keselamatan istrinya, ia
lalu menanya: “Eh, perempuan bangsat, bagaimana
dengan lukamu? Apakah luka itu menghendaki jiwa
kecilmu yang busuk itu?!”
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bwee Tiauw Hong menyahuti suaminya dengan
mendongkol: “Lekas bunuh mereka! Nyonya besarmu
tidak bakalan mampus!”
Hian Hong tahu luka istrinya itu berat, kalau tidak,
tidak nanti ia pegang pohon saja dan tiak datang
membantu. Istri itu sengaja pentang mulut besar. Ia
berkhawatir tetapi ia dapat menghampiri istrinya itu. Cu
Cong berlima telah kurung padanya, sedang yang
satunya lagi, yaitu Kwa Tin Ok, berdiri diam sambil
menanti ketikanya. Ia lantas lepaskan Kwee Ceng,
yang ia lempar ke tanah, meneruskan gerakan tangan
kirinya itu, ia serang Coan Kim Hoat.
Kim Hoat kaget melihat Kwee Ceng dilempar.
Bocah itu dalam bahaya. Karena itu, sambil berkelit, ai
terus lompat kepada Kwee Ceng, tubuh siapa ia
sambar, dengan lompat berjumpalit, ia menyingkir
setombak lebih. Gerakannya itu ialah yang dinamakan
“Leng miauw pok cie” atau “Kucing gesit menerkam
tikus”, untuk menolongi diri berbareng menolongi
orang.
Hian Hong kagum hingga ia memuji di dalam
hatinya. tapi ia telengas, makin lihay musuh, makin
keras niatnya untuk membinasakan mereka, apalagi
sekarang ini latihannya ilmu yang baru, Kiu Im Pek-kut
Jiauw, sudah selesai delapan atau sembilan bagian.
Tiba-tiba ia berpekik, kedua tangannya bekerja,
meninju dan menyambar.
Kelima Manusia Aneh dari Kanglam itu menginsyafi
bahaya, karenanya mereka berkelahi dengan
waspada, tak sudi mereka merapatkan diri. Maka itu
kurungan mereka menjadi semakin lebar.
Setelah berselang begitu lama, Han Po Kie tunujk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keberaniannya. Ia menyerang dengan Teetong Pianhoat,
yaitu ilmu bergulingan di tanah, guna
menggempur kaki lawan.
Dengan caranya ini, ia membikin perhatiannya tan
Hian Hong menjadi terbagi. Karena ini, satu kali ia
kena dihajar kayu pikulan Lam Hie Jin, hingga
bebokongnya berbunyi bergedebuk. Walaupun
merasakan sakit, tapinya ia tidak terluka, dia hanya
terteriak menjerit-jerit, berbareng dengan itu,
tangannya menyambar penyerangnya itu.
Belum lagi Hie Jin menarik pulang senjatanya,
sambaran itu sudah sampai kepadanya, terpaksa ia
melenggakkan tubuhnya.
Lihay tangannya Hian Hong itu. Diwaktu dipakai
menyambar, buku-buku tulangnya memperdengarkan
suara berkeretekan, lalu tangannya itu seperti terulur
menjadi lebih panjang dari biasanya. berbareng
dengan itu juga da tercium bau bacin.
Hie Jin kaget sekali. Selagi ia dapat mencium bau
itu, tangan musuh yang berwarna biru sudah
mendekati alisnya, atau sekarang tangan itu – atau
lebih benar lima jarinya – sudah mendekati ubunubunnya!
Dalam keadaan sangat berbahya itu, ia
gunai Kim-na-hoat, ilmu menangkap tangan, guna
membnagkol lengan musuh itu, untuk diputar ke kiri.
Berbareng dengan itu, Cu Cong pun merangsak ke
belakang Tong Sie, si Mayat Perunggu itu, tangan
kanannya yang keras seperti besi, diulur, guna
mencekik leher musuh itu. Karena tangan kanannya itu
terangkat, dengan sendirinya dadanya menjadi
terbuka. Ia tidak menghiraukan lagi hal ini karena
adiknya terancam dan adiknya itu perlu ditolongi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong saja guntur berbunyi sangat
nyaring, lalu dengan tiba-tiba juga, mega hitam
menutup sang putri malam, hingga semua orang tidak
dapat melihat sekalipun lima jari tangannya di depan
matanya!
Di dalam gelap gulita itu, orang dengar suara
merekek dua kali dan suara “Duk!” satu kali, tanda
tenaga diadu. Itulah Tan Hian Hong, yang telah
pertunjuki tenaganya yang menyebabkan Hie in patah
bahu kirinya, sedang sikutnya yang kiri menghajar
dadanya Cu Cong.
Rasa sakit tiba-tiba membuat Cu Cong meringis dan
tangannya yang dipakai mencekik leher musuh
terlepas sendirinya, sebab tubuhnya terpental rubuh
saking kerasnya serangan sikut itu.
Hian Hong sendiri bukannya tidak menderita
karenanya, sebab tadi hampir-hampir ia tak dapat
bernapas, setelah bebas, ia lompat ke samping, untuk
lekas-lekas menjalankan napasnya.
“Semua renggang!” teriak Han Po Kie dalam gelap
gulita itu.
“Citmoay, kau bagaimana…”
“Jangan bersuara!” menjawab Siauw Eng, si adik
yang ketujuh itu. Dan ia lari ke samping beberapa
tindak.
Kwa Tin Ok dengari segala gerak-gerik, ia menjadi
heran sekali. “Jitee, kau bagaimana?” ia terpaksa
bertanya.
“Sekarang ini langit gelap sekali, siapa pun tidak
dapat melihat siapa,” Coan Kim Hoat memberitahu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendengar itu, Hui Thian Pian-hok si Kelelawar
Terbangkan Langit itu menjadi girang luar biasa.
“Thian membantu aku!” ia memuji dalam hatinya.
Diantara tujuh Manusia Aneh, tiga sudah terluka
parah, itu artinya Kanglam Cit Koay telah kalah besar,
maka syukur untuknya, sang guntur menyebabkan
langit menjadi gelap gulita, habis mana, sang hujan
pun turun menyusul. Semua orang berhenti bertempur
karenanya, tidak ada satu pun yang berani mendahului
www.kangzusi.com bergerak pula.
Kwa Tin Ok berdiam, dengan lihaynya
pendengarannya itu, walaupun ada suara hujan,
samar-samar ia masih mendengar suara napas orang.
Dengan waspada ia pasang terus kupingnya. Ia
dengar suara napas di sebelah kiri ia, terpisahnya
delapan atau sembilan tindak daripadanya. Ia merasa
pasti, itu bukan napas saudara angkatnya, dengan
lantas ia ayunkan kedua tangannya, akan terbangkan
enam batang tok-leng, diarahkan ke tiga penjuru.
Tan Hian Hong adalah orang yang diserang. Si
Mayat Perunggu lihay sekali. Ia dengar sambaran
angin, ia segera menunduk. Dua batang tok-leng lewat
di atas kepalanya. Empat yang lain tepat mengenai
tubuhnya, tetapi ia kebal seperti istrinya, ia tidak
terluka, ia melainkan merasa sangat sakit. Karena
serangan tok-leng ini, ia menjadi tahu di mana adanya
si penyerang, musuhnya itu. Ia lompat ke arah musuh
itu, kedua tangannya dipakai untuk menyambar. Ia
tidak kasih dengar suara apa-apa.
Tin ok dengar suara angin, ia lantas berkelit, sambil
berkelit, ia menghajar dengan tongkatnya.
Dengan begitu, di tempat gelap gulita itu, dua orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini bertempur. Satu dengan yang lain tidak dapat
melihat, mereka dari itu Cuma andalkan kuping
mereka, mereka melainkan mendengari suara
sambarannya angin.
Han Po Kie bersama Han Siauw Eng dan Coan Kim
Hoat, yang ketahui kakaknya tengah bertenpur, sudah
lantas kasih dengar seruan mereka berulang-ulang,
untuk menganjurkan kakak itu, guna mencoba
mengacaukan pikiran musuh. Disamping itu dengan
meraba-raba, mereka pun menolongi tiga saudara
mereka yang tealh terluka.
Pertempuran Hian Hong dengan Tin Ok hebat
dengan cepat telah berlalu dua sampai tigapuluh jurus.
Untuk Han Po Kie beramai, rasanya pertempuran itu
berjalan sudah lama, disebabkan ketegangan dan
kecemasan hati mereka. Ingin mereka membantui
saudara mereka itu tetapi mereka tidak dapat melihat.
Tiba-tiba Hian Hong menjerit aneh. Dua kali ia
terhajar tongkat, suara terhajarnya terdengar nyata.
Mendengar itu, Po Kie semua bergirang. Itulah
tandanya kakak mereka mulai berhasil.
Selagi orang kegirangan, mendadak kilat
menyambar, memperlihatkan sinar terang.
Coan Kim Hoat terkejut, ia berseru: “Toako, awas!”
Hian Hong sangat lihay dan gesit, selagi Kim Hoat
bersuara, tubuhnya sudah mencelat maju, untuk
mendesak Kwa Tin Ok. Ia tidak hiraukan tongkat
lawan, yang kembali mampir di tubuhnya yang kebal
itu. Tongkat itu ia papaki denagn pundaknya yang kiri,
tangannya sendiri diputar ke atas, guna menangkap
tongkat musuh itu. Berbareng dengan gerakan tangan
kiri ini, tangan kanannya menjambak ke depan. Sinar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kilat sudah lenyap tetapi sambaran itu telah mengenai
sasarannya.
Tin Ok kaget tidak kepalang, ia melompat mundur.
Gerakannya itu terhalang, karena bajunya kena
terjambak dan robek karenanya. Karena ini, Hian Hong
lanjuti serangannya tanpa berlengah sedetikpun,
dengan mengepal lima jari tangannya, ia lanjuti
serangannya, lengannya itu terulur panjang.
Telak serangan itu, tubuh Tin Ok terhuyung. tapi ia
belum bebas bahaya. Tongkatnya yang terampas Hian
Hong, oleh Hian Hong dipakai menyerang ia dalam
rupa timpukan!
Bukan main girangnya si Mayat Perunggu, ia
tertawa sambil berlenggak, ia berpekik secara aneh.
Justru itu, kilat berkelebat pula, maka juga Han Po
Kie menjadi kaget sekali. ia melihat bagaimana tongkat
kakaknya itu, yang digunai Hian Hong, tengah
menyambar ke kakaknya itu, yang tubuhnya
terhuyung. Syukur dalam kagetnya itu, ia masih ingat
untuk segera menyerang denagn cambuknya, guna
mencegah dan melibat tongkat itu.
“Sekarang hendak aku mengambil nyawa anjingmu,
manusia cebol terokmok!” berseru Hian Hong, yang
lihat aksinya si orang she Han, yang menolongi
kakanya itu. Ia lantas berlompat, guna hampirkan si
cebol. Tapi kakiknya terserimpat, seperti ada tangan
yang menyambar merangkul. Orang itu bertubuh kecil.
Ia menduga tak keliru, orang itu ialah Kwee Ceng!
Segera ia menunduk, untuk sambar bocah itu.
“Lepaskan aku!” menjerit Kwee Ceng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Hm!” Hian Hong ksaih dengar suaranya yang
seram.
Tetapi tiba-tiba Tan Hian Hong perdengarkan jeritan
yang hebat sekali, tubuhnya terus roboh terjengkang.
Ia terkena justru bagian tubuhnya yang terpenting,
ialah kelemahannya. Ia melatih diri dengan
sempurnya, ia menjadi tidak mempan barang tajam,
kecuali pusarnya itu. Lebih celaka lagi, ia terkena
pisaunya Khu Cie Kee, yang tajamnya bahkan
sanggup mengutungi emas dan batu kemala. Diwaktu
bertempur ia selalu melindungi perutnya, tetapi
sekarang selagi mencekuk satu bocah, ia lupa. Ini dia
yang dibilang “Orang yang pandai berenang mati
kelelap, di tanah rata kereta rubuh ringsak”. Sebagai
jago is terbinasa di tangannya satu bocah yang tidak
mengerti ilmu silat.
Bwee Tiauw Hong si Mayat Besi dapat dengar
jeritan suaminya itu, dari atas bukit ia lari untuk
menghampirkan. Satu kali ia kena injak tempat
kosong, ia terjeblos dan roboh terguling-guling. Tetapi
ia bertubuh kuat, berurat tembaga bertulang besi, ia
tidak terluka. Segera ia tiba di samping suaminya.
“Lelaki bangsat, kau kenapa?” ia tanya. Tak pernah
ia lupai kebiasaannya membawa-bawa “bangsat”,
sebagaimana juga kebiasaan suaminya.
“Celaka, perempuan bangsat….” sahut Hian Hong
lemah. “Lekas kau lari…!”
Kwee Ceng dengar pembicaraan itu. Setelah
menikam dan terlepas dari cekukan, ia bersembunyi di
pinggiran. Ia takut bukan main.
Sang istri kertak giginya. “Akan aku balaskan sakit
hatimu!” ia berseru.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
“Kitab itu telah aku bakar…” kata Hian Hong,
suaranya terputus-putus. “Rahasianya…di dadaku…”
Ia tak dapat bernapas terus, tulang-tulangnya lantas
meretak berulang-ulang.
Tiauw Hong tahu, disaat hendak menghembuskan
napas terakhir, suaminya itu telah membuyarkan
tenaga dalamnya. Itulah siksaan hebat. ia tak dapat
mengawasi suaminya itu tersiksa begitu rupa. Maka
juga, ia kuatkan hatinya lalu dengan tiba-tiba, ia hajar
batok kepala suaminya. Maka sejenak itu, habislah
nyawa jago itu.
Istri ini lantas meraba ke dada orang, untuk
mengambil kitab yang dikatakan suaminya itu, ialah
kitab Kiu Im Cin Keng bagian rahasianya.
Tan Hian Hong dan Bwee Tiauw Hong ini asalnya
adalah saudara satu perguruan, mereka adalah muridmuridnya
Tocu Oey Yok Su, pemilik dari pulau Tho
Hoa To di Tang Hay, Laut Timur.
Oey Yok Su adalah pendiri dari suatu kaum
persilatan sendiri, kepandaiannya itu ia ciptakan dan
yakinkan di pulau Tho Hoa To itu. Sejak ia berhasil
menyempurnakan ilmu kepandaiannya, tidak pernah ia
pergi meninggalkan pulaunya itu. Karena ini, untuk di
daratan Tionggoan, sedikit orang yang ketahui
kelihayannya, maka juga ia kalah terkenal dari kaum
Coan Cin Kauw yang kenamaan di Kwantong dan
Kwansee dan Toan Sie yang kesohor di Selatan (Thian
Lam).
Dua saudara seperguruan itu terlibat api asmara
sebelum mereka lulus. Mereka insyaf, kalau rahasia
mereka ketahuan, mereka bakal dihukum mati dengan
disiksa. Maka itu pada suatu malam gelap buta,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka naik sebuah perahu kecil, kabur ke pulau Heng
To di sebelah selatan, dari mana mereka menyingkir
lebih jauh ke Lengpo di propinsi Ciatkang.
Tan Hian Hong tahu, ilmu silatnya cukup untuk
membela diri tetapi tak dapat digunai untuk menjagoi,
sekalian buron, maka ia tak berbuat kepalang
tanggung, ia curi sekalian kitab Kiu Im Cin Keng dari
gurunya, untuk mana ia nyelusup masuk ke kamar
gurunya itu.
Kapan Oey Yok Su ketahui perbuatannya kedua
murid itu, ia murka bukan main. Tapi ia telah
bersumpah tidak akan meninggalkan Thoa Hoa To,
terpaksa ia membiarkan saja, hanya saking murkanya,
lain-lain muridnya menjadi korbannya. Semua
muridnya itu ia putuskan urat-uratnya, hingga mereka
menjadi manusia-manusia bercacad seumur hidupnya,
lalu ia usir mereka dari pulaunya.
Hian Hong dan Tiauw Hong menyembunyikan diri
untuk menyakinkan Kiu Im Cin Keng itu. Dengan begini
mereka bikin diri mereka menjadi jago. Belum pernah
ada orang yang sanggup robohkan mereka.
Sebaliknya, mereka telah minta bnayak korban,
apapula makin lama mereka jadi makin telangas.
Pada waktu suami istri kejam ini dikeroyok orangorang
gagah dari pelbagai partai persilatan di utara
Sungai Besar. Medan pertempuran ada di atas gunung
Heng San. Dua kali mereka mendapat kemenangan,
baru ketiga kalinya, mereka kena dilukakan, hingga
mereka kabur untuk sembunyikan diri. Kekalahan ini
disebabkan terlalu banyak pengepungnya. Mereka
sembunyikan diri sampai belasan tahun, tidak ada
kabar ceritanya, hingga orang percaya mereka sudah
mati karena luka-lukanya. Tidak tahunya, mereka terus
menyakinkan Kiu Im Cin Keng bagian “Kiu Im Pek Kut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jiauw” atau “Cengkeraman Tulang Putih” dan “Cui Sim
Ciang” atau “ Tangan Peremuk Hati”.
Aneh tabiat Hian Hong, walaupun pada istrinya, ia
tidak hendak beri lihat kitab Kiu Im Cin Keng itu, biar
bagaimana Tiauw Hong memohonnya, ia tidak ambil
peduli, adalah setelah ia sendiri berhasil
mempelajarinya, baru ia turunkan kepandaian itu
kepadanya istrinya. Ketika istrinya desak, Hian Hong
menjawab: “Sebenarnya kitab ini terdiri dari dua
bagian. Saking tergesa-gesa, aku dapat curi cuma
sebagian, sebagian bawah. Justru di bagian atas
adalah pelajaran pokok dasarnya. Adalah berbahaya
menyakinkan bagian bawah tanpa bagian atas. dari itu,
biar aku yakinkan sendiri dulu. Kalau tidak, atau kalau
kau termaha, kau bisa celaka. Kau tahu, kepandaian
yang kita sudah dapati dari suhu masih belum cukup
untuk pelajari bagian bawah ini. Maka itu, aku mesti
memilih dengan teliti.”
Tiauw Hong percaya pada suaminya, ia tidak
memaksa lebih jauh. Adalah sekarangm, disaat dia
hendak menutup mata, Hian Hong suka serahkan
kitabnya itu pada istrinya. Tapi bukan kitabnya sendiri
yang dia telah bakar, hanya singkatannya atau rahasia
pokoknya.
Tiauw Hong lantas raba dada suaminya, ia tidak
dapatkan apa-apa. Ia heran hingga ia diam menjublak.
Tentu saja, ia menjadi penasaran, maka ia hendak
memeriksa, untuk mencari terlebih jauh. Sayang
untuknya, ia tidak sempat mewujudkan niatnya itu.
Sebab Han Po kie bersama Siauw Eng dan Coan Kim
Hoat, membarengi berkelebatnya kilat, hingga mereka
bisa melihat musuh, sudah lantas maju menyerang.
Repot juga Tiauw Hong, yang kedua matanya
sudah buta. Ia sekarang hanya mengandal pada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kejelian kupingnya, kepada gerak-gerik angin. Ia tahu
ada orang serang padanya, ai melawan dengan
mainkan tipu-tipu Kim-na-hoat, ilmu Menyambar dan
Menangkap. Adalah keinginannya ilmu ini agar musuh
berkelahi rapat.
Ketiga Manusia Aneh ini menjadi cemas, bukan saja
mereka tidak dapat mendesak, mereka sendiri sabansaban
menghadapi ancaman. Di dalam hatinya, Po Kie
berkata: “Celaka betul! Bertiga kita lawan satu wanita
buta, kita tidak berhasil, runtuhlah nama nama
Kanglam Cit Koay…” Maka itu, ia berpikir keras.
Setelah itu mendadak ia menyerang hebat kepada
bebokong lawannya. Ia ambil kedudukan di belakang
musuhnya itu.
Terdesak juga Tiauw Hong diserang hebat dari
belakang. Ketika ini digunai Siauw Eng akan menikam
dengan pedangnya dan Kim Hoat dengan dacinnya.
Hebat pengepungan ini.
Sekonyong-konyong datang angin besar, membawa
mega hitam dan tebal, membuat langit menjadi gelapgulita
pula. Saking hebatnya, pasir dan batu pada
beterbangan.
Kim Hoat bertiga terpaksa lompat mundur, untuk
terus mendekam. Bisa celaka mereka dirabu pasir dan
batu itu. Syukur, angin tidak mengganas terlalu lama.
Hujan pun turut berhenti perlahan-lahan. Malah dilain
saat, dengan terbangnya sang mega, si putri malam
pun mulai mengintai pula dan muncul lagi.
Han Po Kie yang paling dulu lompat bangun, tetapi
segera ia menjerit heran.
Bwee Tiauw Hong lenyap, lenyap juga mayatnya
Tan Hian Hong. Masih rebah tengkurap adalah Kwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tin Ok, Cu Cong, lam Hie Jin dan Thio A Seng, empat
saudaranya itu. Kwee Ceng mulai muncul dari
belakang batu dimana ia tadi bersembunyi.
Semua orang basah kuyup pakaiannya.
Dibantu oleh Siauw Eng dan Po Kie, Coan Kim Hoat
lantas tolongi saudara-saudaranya yang terluka itu.
Lam Hie Jin patah lengannya, syukur ia tidak terluka
dalam. Syukur Tin Ok dan Cu Cong telah lihay ilmu
dalamnya, walaupun mereka terhajar Tong Sie, si
Mayat Perunggu, luka mereka tidak parah. Adalah Thio
A Seng, yang tercengkeram Kiu Im Pek-kut Jiauw,
lukanya berbahaya, jiwanya terancam. Ia membikin
enam saudaranya sangat berduka, karena sangat
eratnya pergaulan mereka, lebih-lebih Han Siauw Eng,
yang tahu kakak angkatnya yang kelima ini ada
menaruh cinta kepadanya, sedang ia pun ada
menaruh hati. Ia lantas peluki A Seng dengan ia
menangis tersedu sedan.
Thio A Seng adalah Siauw Mie To, si Buddha
Tertawa, walaupun lagi menghadapi bahaya maut, ia
masih dapat tersenyum. Ia ulur tangannya, untuk
mengusap-usap rambut adik angkatnya itu. “Jangan
menangis, jangan menangis, aku baik-baik aja…” ia
menghibur.
“Ngoko, akan aku menikah denganmu, untuk
menjadi istrimu! Kau setuju, bukan?” kata nona Han itu
tanpa malu-malu.
A Seng tertawa, tapi lukanya sangat mendatangkan
rasa sakit, terus ia berjengit, hampir ia tak sadarkan
diri.
“Ngoko, legakan hatimu,” kata pula si nona. “Aku
telah jadi orangnya keluarga Thio, seumurku, aku tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nanti menikah dengan lain orang….kalau nanti aku
mati, aku akan selalu bersama kamu…”
A Seng masih dengar suara tu, ia tersenyum pula,
hingga dua kali. “Citmoay, biasanya aku perlakukan
kau tidak manis…” katanya. Masih dapat ia
mengatakan demikian.
Siauw Eng menangis. “Kau justru perlakukan aku
baik, baik sekali, inilah aku ketahui,” katanya.
Tin Ok terharu sekali, begitupun dengan yang
lainnya. Merek aitu pada melinangkan air mata.
“Kau datang kemari, kau tentu hendak berguru pada
kami?” Cu Cong tanya Kwee Ceng, ynag telah
hampirkan mereka.
Bocah itu menyahuti, “Ya!”
“Kalau begitu, selanjutnya kau mesti dengar
perkataan kami,” kata Cu Cong pula.
Kwee Ceng mengangguk.
“Kami tujuh saudara adalah gurumu semua,” kata
Cu Cong. “Ini gurumu yang kelima bakal pulang ke
langit, mari kau hunjuk hormatmu padanya.”
Meski masih kecil, Kwee Ceng sudah mengerti
banyak, maka itu, ia jatuhkan diri di depan tubuh A
Seng, untuk bersujud sambil mengangguk
berulangkali.
Thio A Seng tersenyum meringis. “Cukup…”
katanya. Ia menahan sakit. “Anak yang baik, sayang
aku tidak dapat memberi pelajaran kepadmu….
Sebenarnya sia-sia saja kau berguru padaku. Aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat bodoh, aku pun malas kecuali tenagaku yang
besar…. Coba dulu aku rajin belajar, tidak nanti aku
antarkan jiwa disini…..” Tiba-tiba kedua matanya
berbalik, ia menarik napas, tapi masih meneruskan
kata-katanya: “Bakatmu tidak bagus, perlu kau belajar
rajin dan ulet, jikalau kau alpa dan malas, kau lihat
contohnya gurumu ini….”
Belum ada tanggapan untuk "Cersil Pendekar Kwee Ceng 3"
Posting Komentar